Wednesday, December 30, 2015

SALAH PERLAKUAN, DEPRESI DAN BUNUH DIRI PADA LANSIA



BAB I

PENDAHULUAN


A.   LATAR BELAKANG

Negara-negara di dunia menghadapi isu global dengan terjadinya penuaan penduduk (ageing population). Indonesia, seperti halnya negara - negara lain menghadapi kecenderungan meningkatnya angka harapan hidup penduduk. Situasi ini memberikan dampak terhadap kebutuhan yang mendesak untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkannya. Tidak hanya yang berkaitan dengan penyediaan perawatan medis yang berkualitas, melainkan perawatan khusus untuk perlindungan hak dan kepentingan hukum lanjut usia.
Lanjut usia berhak mendapat pelayanan kesehatan, dan berbagai hal yang
terkait dengan upaya peningkatan status kesehatan tanpa kecuali. Kesehatan adalah hak asasi manusia, seperti tercantum dalam konstitusi WHO sebagai berikut: "menikmati standar tertinggi kesehatan merupakan salah satu hak dasar setiap manusia ..." (WHO, 2011).
Namun demikian, keterbatasan fisik dan mental mengakibatkan lanjut usia tidak selalu dapat menggunakan haknya. Sementara Undang-undangan Kesehatan yang ada tidak mengatur secara komprehensif penyediaan pelayanan medis bagi lanjut usia. Dengan demikian diperlukan landasan hukum yang kuat untuk memastikan tambahan mekanisme perlindungan hak yang sah dalam bentuk undang-undang untuk lanjut usia dalam bidang pelayanan kesehatan. Dalam hal ini pemerintah harus berperan sebagai pemberi jaminan perlindungan hak, seperti perlindungan sosial untuk kelompok
rentan.
Lanjut usia, yaitu kelompok penduduk usia 60 tahun ke atas, juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan. Kelompok ini merupakan kelompok penduduk yang tergolong rentan, yang sering dianggap menjadi beban bagi kelompok penduduk lainnya.
Salah perlakuan terhadap orang lanjut usia telah menjadi masalah medis dan sosial selama 20 tahun terakhir. Karena kurangnya laporan, masalah ini sering tidak terdeteksi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa prevalensi dari salah perlakuan terhadap orang lanjut usia ini berkisar antara 1-5 % di USA atau lebih dari 1,5 juta orang tua setiap tahunnya.

Meski pun belum terdapat data akurat di Indonesia namun dalam praktek sehari-sehari kian sering dijumpai kasus-kasus yang mengindikasikan adanya salah perlakuan terhadap orang berusia lanjut. Berbagai sikap seperti kekerasan, pengabaian, eksploitasi, dan meninggalkan/ mengisolasi oleh pramurawat, keluarga dan teman-teman, atau kenalan dapat memberikan akibat fatal bagi seorang berusia lanjut. Sikap-sikap tersebut baik disengaja maupun tidak, dapat berujung pada merosotnya kualitas hidup dan kesehatan seorang berusia lanjut.
Salah perlakuan terhadap orang tua baru mulai mendapat perhatian pada akhir tahun 1970-an setelah dimuatnya laporan pemukulan terhadap seorang nenek di media masa inggris. Karena itu, pengetahuan kita mengenai salah perlakuan pada usia lanjut jauh tertinggal dibsndingkan kejahatan terhadap anak maupun wanita. Meskipun berbagai kelompok seperti para ahli hukum, sosiolog, pekerja social, dan perawat secara klinis dan akademis terlibat dengan masalah ini, namun para dokter umumnya, belum berkontribusi signifikan. Hal ini, untuk sebagian, mencerminkan kenyataan bahwa dokter keluarga, yang paling tepat untuk menilai ada tidaknya diagnosis salah perlakuan, merasa tidak cukup bekal pengetahuan, mungkin karena kejahatan interpersonal dalam pendidikan kedokteran selama ini terabaikan

B.   RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1.    Menjelaskan tentang salah perlakuan pada lansia
2.    Menjelaskan tentang depresi yang terjadi pada lansia
3.    Menjelaskan tentang bunuh diri pada lansia

C.   TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Mahasiswa dapat mengetahui tentang salah perlakuan pada lansia
2.    Mahasiswa dapat mengetahui tentang depresi yang terjadi pada lansia
3.    Mahasiswa dapat mengetahui tentang bunuh diri pada lansia

D.   METODE PENULISAN

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam menyusun tugas ini adalah menggunakan metode deskriptif:
a.    Studi kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan data membaca dan mempelajari buku yang berkaitan dengan makalah ini.
b.    Diskusi kelompok.
c.    Searching internet.

E.    SISTEMATIKA PENULISAN

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I   : PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
B.    Tujuan penulisan
C.   Metode penulisan
D.   Sistematika penulisan

BAB II  : PEMBAHASAN
A.    Defenisi Kebijakan
B.    Perumusan Masalah Kebijakan
C.   Visi Dan Misi Pembangunan Kesehatan
D.   Kebijakan nasional tentang upaya kesehatan masyarakat
E.    Masyarakat Dalam Pembangunan Kesehatan
F.    Strategi Pembangunan Kesehatan
G.   Kebijakan Prioritas
BAB III  : PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.    Saran
Daftar Pustaka





BAB II

PEMBAHASAN


I.       SALAH PERLAKUAN PADA USIA LANJUT

A.  Pengertian

Salah perlakuan terhadap orang tua adalah segala jenis hal yang membahayakan termasuk tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan terdapat hak asasi manusia (Fulmer and O’Malley 1987).
Menurut Callahan, salah perlakuan yang terbesar pada usia lanjut adalah kegagalan menyediakan kebutuhan ekonomi untuk hidup layak dan kesempatan memilih keinginan sendiri. Ia menyimpulkan bahwa kesehatan ekonomi seorang berusia lanjut sejalan dengan membaiknya taraf kesehatan, tempat tinggal, hubungan keluarga, dan memperkecil situasi salah perlakuan.
Perlakuan yang tidak benar terhadap lansia adalah suatu kondisi yang dapat dimasukkan ke dalam salah satu sindrom geriatric. Hal ini kemungkinan disebabkan selain karena besaranya insidens tetapi juga karena akibat yang diderita oleh lansia tersebut memprihatinkan. Seiring dengan meningkatnya jumlah populasi lansia, semakin tidak dapat dipungkiri bahwa perlakuan yang tidak benar terhadap lansia semakin bertambah besar pada decade mendatang. Perlindungan pada lansia terhadap kasus “mistreatment” merupakan bagian penting dari pelayanan geriatric yang berkualitas.
Elderly mistreatment mencakup ada dan tidak-adanya segala perlakuan yang menyebabkan timbulnya atau ancaman timbulnya kejahatan atas kesehatan dan kesejahteraan seorang lansia. Walaupun secara umum sering diklasifikasikan sebagai abuse fisik, psikologik, atau verbal, pengabaian dan financial, sebenarnya definisi dari perlakuan tidak benarperubahan zaman, mempunyai kesibkan, bersikap ini masih berbeda-beda.
Salah perlakuan terhadap orangtua adalah segala jenis hal yang membahayakan termasuk tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Perlakuan tidak benar pada usia lanjut dikatakan merupakan hal yang umum. Di berbagai belahan dunia dikatakan insidensnya mencapai 2-5%, dimana kejadian abuse lebih banyak ketimbang pengabaian. Studi yang ada pada umumnya dibuat berdasarkan laporan diri, yang demikian mungkin tidak

menampilkan prevalensi actual. Perlakuan tak benar terhadap lansia lebih sering dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, terutama pasangan hidup dan anak yang sudah dewasa.
Dapat dimengerti karena mereka adalah sebagai pemberi rawatan terbanyak bagi lansia. Dalam hal anak, baik laki-laki maupun wanita sama banyak sebagai pelaku, walaupun terdapat beberapa penelitian dimana anak wanita lebih banyak

B.  Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansa bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan , kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya ( Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.   Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri denganperubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermaan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2.   Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencapai pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3.  Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, mengkritik dan banyak menuntut.
4.  Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5.   Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian,mengasingkn diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen, (kebergantungan), tipe defensive ( bertahan ) tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan social, lansia di panti wreda, lansi yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

C.  Jenis-Jenis Salah Perlakuan Pada Usia Lanjut

1. Penganiayaan Fisik
Mencakup tindakan-tindakan kejahatan yang menyebabkan nyeri, trauma, gangguan, atau penyakit. Contoh : memukul, menendang, mendorong.

2.   Pengabaian fisik
Memiliki ciri khas berupa kegagalan pramurawat untuk menyiapkan barang-barang atau pelayanan yang dibutuhkan untuk dapat berfungsi optimal atau untuk menhindari bahaya. Hal ini lebih sering didapati dari perlakuan yang salah secara fisik. Misalnya menghentikan perawatan, Dapat berupa penelantaran yang pasif seperti meninggalkan lansia sendirian, diisolasi, dilupakan dan penelantaran aktif: seperti menghentikan kebutuhan seperti makanan, obat-obatan, pakaian, pergaulan, bantuan mandi, oversedasi untuk mengontrol tingkah laku.

3.   Penganiayaan psikologis
Kekerasan terhadap mental orang lanjut sehingga menimbulkan kesedihan yang mendalam. Contoh : mengancam, caci maki, perlakuan seperti anak-anak, atau mengisolasi.

4.    Pengabaian psikologis
Pengabaian psikologis Adalah kegagalan untuk menyediakan stimulasi social bagi orang berusia lanjut yang tidak mandiri.


5.    Penganiayaan financial atau material
Mencakup salah guna pendapatan atau sumber-sumber financial atau penghailan seseorang oleh orang lain atau perawat. penyalahgunaan harta lansia untuk kepentingan orang lain. Misalnya menggunakan uang lansia untuk kepentingan orang lain, bahkan dengan akibat tidak memenuhi kebutuhan pokok lansia

6.    Pengabaian financial atau material
Kegagalan menggunakan dana atau sumber-sumber yang diperlukan untuk menopang pemulihan kesehatan atau kesejahteraan usia lanjut.

Terjadi bila orang yang merawat/mengawasi usia lanjut mengabaikan hak-hak orang berusia lanjut dan kemampuan untuk mengambil keputusan begi mereka. (kebebasan pribadi, kekayan pribadi, keinginan berkumpul, berbicara, privacy, memberikan suara). Contoh : mengambil hak milik pribadi dari orang tua.

D.  Etiologi

Teori Penukaran : ketergantungan korban pada pramurawat dan pramurawat pada korban terjadi bila perawat tergantung pada pasien, perawat memperlakukan pasiem dengan salah sebagai strategi penyeimbang.
Teori Pembelajaran Sosial : merujuk kepada orang tua yang bertindak kasar dalam mendidik anak-anaknya, anak belajar menggunakan kekasaran sebagai mekanisme adaptasi anak-anak kemudian mengasari orangtuanya saat mereka berperan sebagai pengawas orang tua.
Teori Psikoanalisis: dapat diajukan apabila pramurawat memiliki problem psikologis atau penyalahgunaan obat.

E.  Faktor Resiko

Factor risiko utama untuk timbulnya salah perlakuan pada usia lanjut yaitu gangguan kognitif dan ketergantungan. Selain itu adapula factor risiko lain:
1.   Usia lanjut
2.   Rendahnya pendapatan
3.   Kurangnya akses terhadap berbagai sumber
4.   Isolasi social
5.   Status minoritas
6.   Rendahnya kemampuan fungsional
7.   Penyalahgunaan zat oleh penderita maupun pramurawat
8.   Kelelahan dan frustasi pramurawat

F.  Pembinaan kesehatan pralansia

Masa pralansia merupakan masa persiapan diri untuk mencapai usia lanjut yangsehat, aktif dan produktif. Oleh karena itu dimasa ini banyak perubahan yang terjadi seperti menopause, puncak karir, masa menjelang pension, dan rasa kehilangan (kedudukan,kekuasaan, tean , anggota keluarga, pendapatan)
Hal – hal yang harus dipersiapkan menjelang masa lansia adalah sebagai berikut.
1.   Kesehatan
a.   Latihan fisik/olahraga secara teratur dan sesuai kemampuan
b.   Pengaturan gizi/diet seimbang
c.   Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks yang sehat.
d.   Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (minimal 6 bulan sekali)
e.   Memelihara penampilan diri yang rapid an bersih.
f.    Menghindari kebiasaan buruk yang berdampak tidak baik bagi kesehatan (merokok,minuman keras, malas olahraga, makan berlebihan, tidur tidak teratur, minum obat tidak sesuai anjuran, dan hubungan tidak harmonis).

2.   Social
a.   Meningkatkan iman da takwa
b.   Tetap setia dengabn pasangan yang sah.
c.   Mengikuti kegiatan social.
d.   Meningkatkan keharmonisan dalam rumah tangga.
e.   Menyedikan waktu untuk berkreasi.
f.    Teta mengembangkan hobby dan bakat.
3.   Ekonomi
a.      Mempersiakan tabungan hari tua.
b.      Berwiraswasta.
c.      Mengikuti asuransi.

G. Pembinaaan kesehatan lansia

1.   Tujuan
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat ( Depkes RI, 2003).
2.   Sasaran
a.   Sasaran langsung
1)     Kelompok pralansia ( 45-59)
2)     Kelompon lansia ( 60 tahun ke atas).
3)     Kelompok lansia dengan resiko tinggi ( 70 tahun ke atas).

b.   Sasaran tidak langsung
1)  Keluarga dimana usia lanjut berada.
2)  Organisasi social yang bergerak dalam oembinaan usia lanjut.
3)  Masyarakat.

H.  Hal-hal yang perlu diperhatikan lansia

Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladaptif).
1.   Perilaku yang kurang baik
a.   Kurang berserah diri.
b.   Pemarah, merasa tidak puas, murung,dan putus asa.
c.   Sering menyendiri.
d.   Kerang melakukan aktifitas fisik/olahraga/kurang gerak.
e.   Makan tidak teratur dan kurang minum.
f.    Kebiasaaan merokok dan meminum-minuman keras.
g.   Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpaaturan.
h.   Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan.
i.    Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi.
j.    Tidak memeriksa keseshatan secara teratur.

2.   Perilaku yang baik
a.   Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Mahakuasa.
b.   Mau menerima keadaan,sabar dan optimis, serta meningkatkan rasa percay diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c.   Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat.
d.   Melakukan olahraga ringan setiap hari.
e.   Makan dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai, serta banyak minum.
f.    Berhenti merokok dan meminum-minuman keras.
g.   Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan.
h.   Mengembangkan hobby sesuai kemampuan.
i.    Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks.
j.    Memeriksa kesehatan secara teratur.

3.   Manfaat perilaku yang baik
a.   Lebih takwa dan tenang.
b.   Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang.
c.   Keberadaannya tetap di akui oleh keluarga dan Masyarakat kesegaran dan kebugaran tubuh tetap terpelihara.
d.   Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru , diabetes, kanker dan lain-lain.
e.   Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya.
f.    Mengurangi stress dan kecemasan.
g.   Hubungan harmonis tetap terpelihara.
h.   Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin.

I.    Pedoman pelaksanaan

1.   Bagi petugas kesehatan
a.   Upaya promotif, yaitu upaya untuk menggairahkan semangat hidup para lansia agar tetap dihargai dan berguna, baik bagi dirinya,keluarga, maupun masyarakat.
b.   Upaya preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinyakomplikasi dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.
c.   Upaya rehabilitative, yaitu upaya untuk memulihkan fungsin organ tubuh yang telah menurun.
2.   Bagi lansia itu sendiri
Untuk Kelompok pralansia, membutuhkan informasi sebagai berikut.
a.   Adanya proses penuaan
b.   Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkal
c.   Pentingnya melakukan latihan kesegaran jasmani.
d.   Pentingnya melakukan diet dengan menu seimbang.
e.   Pentingnya meningkatkan kegiatan social di masyarakat.

Untuk kelompok lansia, membutuhkan informasi sebagai berikut.
a.   Pemeriksaan kesehatan secara berkala.
b.   Kegiatan olahraga.
c.   Pola makan dengan menu seimbang.
d.   Perlunya alat bantusesuai dengan kebutuhan.
e.   Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan.
Untuk kelompok lansia dengan resiko tinggi, membutuhkan informasi sebagai berikut.
a.   Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi dan melakukan aktivitas, baiik di dalam maupun di luar rumah.
b.   Pemeriksaan kesehatan berkala.
c.   Latihan kesegaran jasmani.
d.   Pemakaian alat bantu seuai kebutuhan.
e.   Perawatan fisioterapi.
3.   Bagi keluarga dan lingkungan
a.   Membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan dan kesejahteraan lansia.
b.   Usaha pencegahan dimulai dalam rumah tangga.
c.   Membimbing dalam ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
d.   Melatih berkarya dan menyalurkan hobi.
e.   Menghargai dan kasih sayang terhadap para lansia.

J.   Masalah kesehatan jiwa pada lansia

Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas,kesepian, dan mudah tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada lansia.
Jika lansia mengalami masalah gangguan kesehatan jiawa, maka kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia. Mencegah dan merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa adalah hal yang sangat penting dalalm upaya mendorong lansia bahagia dan sejahtera di dalam keluarga serta masyarakat.
Kondisi mental yang sehat dan aktif pada masa tua dibutuhkan pemeliharaan yang kontinu untuk mempertahankan daya pikirnya dan mencegah dari perasaan cemas dan depresi.
Oleh karena itu mempertahankan kesehatan jiwa ayng optimal merupakan abgian penting dalam mencapa masa tua yang sehat dan bahagia.

K.  Faktor risiko terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia

Ada beberapa faktor risiko yang mendukung terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia. Faktor-faktor risiko tersebut adalah:
1.   Kesehatan fisik yang buruk.
2.   Perpisahan dengan pasangan.
3.   Perumahan dan transportasi ayng tidak memadai.
4.   Sumber finansial berkurang.
5.   Dukungan social berkurang.
Sedangkan kriteria optimal yang sehat menuryt ( WHO, 1959 ) adalah sebagai berikut :
1.   Dapat menerima kenyataan yang baik maupun buruk.
2.   Puas dengan hasil karyanya.
3.   Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
4.   Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas.
5.   Berhubungan dengan orang lain untuk tolong-menolong dan saling memuaskan.
6.   Mengambil hikmah dari kejadian buruk.
7.   Mengalihkan rasa permusuhan pada penyeleaian yang kreatif dan konstruktif.
8.   Mempunyai rasa kasih sayang sayang besar.

L.     Masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada lansia

Masalah kesehatan jiwa pada lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia, dan demensia.
1.      Kecemasan
Gejala – gejala kecemasan yang dialami oleh lansia adalah sebagai berikut.

a.   Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi.

b.   Sulit tidur sepanjang malam.
c.   Rasa tegang dan cepat marah.
d.   Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya.
e.   Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan.
f.    Rasa panic terhadao masalah yang ringan.
Tindakan untuk mengatasi kecemassan pada lansia adalah sebagai berikut.
a.   Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying.
b.   Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah uuntuk menentukan penyebab yang mendasar (dengan memandang lansia secara holistik).
c.   Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati.
d.   Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alasan-alasan yang dapat diterima olehnya.
Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.

II.       DEPRESI

A.  Pengertian

Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis yang berhubungan dengan suatuu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.

B.  Gejala

Gejala-gejala depresi adalah sebagai berikut:
1.   Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi yang bukan merupakan kebiasaannya sehari-hari.
2.   Sering kelelahan,lemas,dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari.
3.   Kebersihan dan kerapian diri sering diabaikan.
4.   Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung.
5.   Daya konsentrasi berkurang.
6.   Pada pembicaraan sering disertai topic yang berhubungan dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa.
7.   Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun secara cepat.
8.   Kadang-kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.

Depresi dapat timbul secara spontan ataupun sebagai reaksi terhadap perubahn-perubahan dalam kehidupan, seperti :
1.   Cacat fisikatau mental seperti stroke atau demensia,sehingga menjadi sangat bergantung pada orang lain.
2.   Suasana duka cita.
3.   Meninggalnya pasangan hidup.

C.  Pertimbangan Khusus dalam Perawatan

1.    Pertolongan segera untuk mengatasi depresi. Untuk membantu klien lanjut usia memahami dan menyatakan perasaan positif dan negatif yang menyangkut dirinya, orang lain, dan apa yangterjadi, dilakukan hal berikut:
a.   Bentuk kontak dengan klien lanjut usia sesering mungkin,baik secara verbal maupun nonverbal.
b.   Beri perhatian terus menerus,walaupun klien lanjut usia tidak mau dan tidak dapat berbicara dengan Anda. Pendekatan ini akan menjadikan Anda  seseorang yang menyenangkan dan menarik. Ingat, klien lanjut usia yang mengalami depresi bisanya  merasa sendiri dan tidak berharga. Kepercayaan bahwa seseorang menaruh minat dan memperhatikan mereka adalah tindakan yang paling menolong.
c.   Libatkan klien lanjut usia dalam menolong  dirinya sendiri atau aktivitas sehari-hari dan tingkatan secara bertahap.
d.   Jika Anda merasa perlu, usulkan pada dokter untuk memakai antidepresan.

2.    Beralih keperawatan diri sendiri untuk menambah harga diri :
a.   Tetap luangkan waktu untuk klien lanjut usia setiap hari.
b.   Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengekspresikan perasaan klien lanjut usia, misalnya “Anda kelihatan sedih hari ini, apa yang anda rasakan?”
c.   Jangan ketakutan pada klien lanjut  usia  bahwa ia tidak sesedih seperti yang ia rasakan. Pendekatanini hanyamenguatkan perasaan bahwa tidak seorang pun mengerti dirinya.
d.   Puji klien lanjut usia karena keterlibatannyadalam menolong dirinya atau aktivitas lainnya.

3.    Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara optimal. Untuk memudahkan pengenalan cara penyesuaiandiri dan memudahkan staf mengatasi masalah klien lanjut usi, hal berikut dapat dilakukan :
a.   Meyakinkan pemberi asuhan tentang tanggung jawab mereka untuk tidak memperberat rasa sedih klien.
b.   Menganjurkan staf atau orang terdekat memuji klien lanjut usia atas usaha dan aktivitasnya.
c.   Membantu staf dalam upaya berkomunikasi dengan klien lanjut usia, mengarahkan supaya member perhatian kepada klien lanjut usia sebanyak mungkin.

III.       BUNUH DIRI

A.  Pengertian

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri pada lansia adalah perbuatan yang dilakukan oleh seorang lanjut usia untuk memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu  perkara yang di anggap tidak dapat di tangani.
Bunuh diri adalah tidakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam keadaan stress yang tinggi dan menggunakan koping yang mal adaptif. Orang-orang tua berisiko tinggi untuk bunuh diri dari pada kelompok umur lainnya. Tingkat bunuh diripada orang kulit putih yang berusia lebih dari 65 tahun lima kali lebih tinggi dari pada populasi yang lainnya. Sepertiga dari lansia melaporkan bahwa kesepian dan kesendirian merupakan alasan dasar untuk bunuh diri. Kira-kira 10% dari lansia dengan ide-ide untuk bunuh diri melaporkan bahwa masalah keuangan, kesehatan yang buruk ataudepresi merupakan alasan timbulnya pemikiran untuk bunuh diri. Sekitar 70% percobaan bunuh diri dilakukan dengan cara meminum obat-obatan sampai over dosis dan 20% dengan cara mengiris atau  melukai tubuh mereka.

B.  Kategori bunuh diri

1.   Pembagian bunuhdiri
Perilaku bunuh diri biasanya di bagi menjadi tiga kategori,yaitu:
a.   Ancaman bunuh diri
Peringatan verbal atau non verbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.Orang tersebut mungkin menunjukan secara verbal bahwa ia tidak akan berada disekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara non verbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya.
Pesan –pesan ini harus diperhatikan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat di tafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b.   Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang di arah kan pada tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh individu yang mengarah pada kematian jika tidak di cegah.
c.   Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar – benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak di ketahui tepat pada waktunya.
Menurut Durkheim (dalam Lyttle, 1986 &Nevid.,dkk., 1997) yang konsern mengkaji bunuh diri dengan menggunakan perspektif sosiologi, menyebutkan jika bunuh diri terdiri atas beberapa prinsip tipe. Beberapa prinsip tipe tersebut adalah :
1)  Anomic Suicide.
Kondisi ketidaknormalan individu berada pada posisi yang sangat rendah, individu adalah orang yang terkatung-katung secara sosial. Anomic suicidea dalah hasil dari adanya gangguan yang nyata. Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba harus kehilangan pekerjaannya yang berharga kemudian melakukan tindakan bunuh diri termasuk ke dalam tipe ini. Anomic disebut juga kehilangan perasaan dan menjadi kebingungan.
2)  Egoistic Suicide.
Kekurangan keterikatan dengan komunitas sosial atau masyarakat, atau dengan kata lain individu kehilangan dukungan dari lingkungan sosialnya atau masyarakat. Sebagai contoh, orang-orang yang sudah lanjut usia (elderly) yang membunuh diri mereka sendiri setelah kehilangan kontak atau sentuhan dari teman atau keluarganya bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.
3)  Altruistic Suicide.
Pengorbanan diri (self-sacrifice) sebagai bentuk peran serta sosial dan untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat, sebagai contoh kamikaze atau seppuku di jepang. Tipe ini disebut juga “formalized suicide”
4)  Fatalistic Suicide.
Merupakan bunuh diri sebagai akibat hilangnya kendali diri dan merasa jika bisa menentukan takdir diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri massal yang dilakukan oleh 39 orang anggota Heaven’s Gate cult adalah contoh dari tipe ini. Kehidupan 39 orang ini berada di tangan pemimpinnya.
Meyer (1996) memaparkan beberapa tipe bunuhdiri yang merupakan pengembangan atas tipe-tipe bunuh diri yang dikemukakan oleh Emile Durkheim.
1)  Realistic. Bunuh diri yang dipercepat oleh tiap-tiap kondisi sebagai suatu prospek  dari  rasa  sakit yang  mendahului suatu kesungguhan untuk mati.
2)  Altruistic. Perilaku-perilaku mengabdi dari suatu individu terhadap kelompok ethic yang memerintahkan atau mengharuskan indvidu tersebut untuk melakukan tindakan bunuh diri.
3)  Inadvervent. Individu membuat sikap seolah-olah akan melakukan bunuh diri agar bisa mempengaruhi atau memanipulasi seseorang, tetapi sebuah kesalahan pengambilan keputusan akan membawa ke kondisi fatal (kematian) yang tidak diharapkan.
4)  Spite. Hampir mirip dengan inadvervent suicide. Bunuh diri ini terfokus pada seseorang, tetapi keinginan untuk membunuh diri sendiri adalah sungguh-sungguh, dan hal tersebut dilakukan dengan harapan agar orang lain atau seseorang benar-benar menderita karena adanya perasaan bersalah.
5)  Bizzare. Keinginan bunuh diri dari suatu individu adalah hasil dari adanya halusinasi (seperti adanya suara yang memerintahkan untuk melakukan bunuh diri) atau delusi (seperti adanya kepercayaan bila bunuh diri akan merubah dunia).
6)  Anomic. Bunuh diri yang terjadi karena adanya ketidakstabilan dalam kondisi ekonomi dan sosial (seperti dengan tiba-tiba kehilangan pendapatan atau pekerjaan). Secara nyata hal ini akan mengubah situasi kehidupan individu. Ketidakmampuan untuk melakukan coping yang baik, bisa mengakibatkan bunuh diri.
7)  Negative self. Depresi yang kronis dan gangguan perasaan yang kronis menghasilkan percobaan bunuhdiri yang berulang yang pada akhirnya menjadi faktor terdepan menuju kondisi yang fatal.

2.   Penyebab bunuh diri pada lansia (hendlin)
a.   Perubahan situasi dari mandiri ke ketergantungan
b.   Penyakit yang menurunkan kemampuan fungsi.
c.   Perasaan tidak berarti di masyarakat
d.   Kesepian dan isolasi social
e.   Kehilangan ganda ( seperti pekerjaan, pasangan, kesehatan )
f.    Sumber hidup berkurang.

C.  Stresor pencetus

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang di alami individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian kehidupan yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu mengetahui seseorang yang telah mencoba atau melakukan bunuh diri atau membaca melalui media dapat juga membuat individu makin rentan untuk melakukan perilaku destruktif diri.

D.  Sumber koping

Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini.

E.  Mekanisme koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tak langsung adalah
1.   Denial, mekanismekoping yang paling menonjol
2.   rasionallisasi
3.   intelektualisasi
4.   regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya di tantang tanpa memberikan cara koping yang alternative. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada di antara individu dan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme kopping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN


A.  PENGKAJIAN

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
1.   Kaji adanya depresi.
2.   Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
3.   depresion scale.
4.   Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
5.   Lakukan observasi langsung terhadap :  
a.   Perilaku
1)  Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari?
2)  Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
3)  Apakah klien sering mengluyur dan mondar - mandir?
4)  Apakah klien menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena? 
b.   Afek
1)  Apakah kilen menunjukkan ansietas
2)  Labilitas emosi
3)  Depresi atau apatis
4)  Lritabilitas
5)  Curiga
6)  Tidak berdaya
7)  Frustasi
c.   Respon kognitif
1)  Bagaimana tingakat orientasi klien?
2)  Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal - hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?

3)  Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?
4)  Kurang mampu membuat penilaian?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
1)  Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
2)  ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
3)  Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
4)  Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
5)  Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.

 

B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.   Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
2.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas.
3.   Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.
4.   Perubahah persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis).
5.   Risiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

C.  INTERVENSI KEPERAWATAN


1.   Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil :
a.   Klien dapat meningkatkan harga diri
b.   Klien dapat menggunakan dukungan social
c.   Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Intervensi :
a.   Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu
R : Individu lebih percaya diri.
b.   Kaji sistem pemdukung keyakinan ( nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan,kepercayaan agama)
R : Meningkatkan nilai spiritual lansia
c.   Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusannya.
R : Membangun motivasi pada lansia
d.   Diskusikan tentang obat ( nama, dosis, frekuensi, efek samping minum obat)
R : Untuk memberi pemahaman kepada lansia tentang obat
e.   Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu)
R : Prinsip 5 benar dapat memaksimalkan fungsi obat secara efektif
f.    Anjurkan membicarakan efek samping yang dirasakan
R : Menambah pengetahuan lansia tentang efek samping obat.

2.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
a.   Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
b.   Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
c.   Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
d.   melayang-layang (melamun).
e.   Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
Intervensi :
a.   Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari.
R : irama sikardian (siklus tidur bangun ) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b.   Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur
R : gangguan psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuk perubahan mood, insomnia.
c.   Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien
R : mengubah pola tidur yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d.   Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
R : lingkungan n yang nyaman dapat membuat klien mudah untuk tidur.
e.   Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama
R : gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
3.   Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir rasional.
Kriteria hasil :
a.   Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri.
b.   Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negatif. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
c.   Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan
d.   kebingungan.
Intervensi :
a.    Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berpikir.
R : Memberikan dasar perbandinagn yang akan datang dan memengaruhi rencana intervensi.
b. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan perawat-klien yang terapeutik
R : Mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembangan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis.
c.  Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
R : Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
R : M           enimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perseptual
e. Gunakan teknik distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
R : Lamunan membantu dalam meningkatkan orientasi. Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan ( kebahagiaan personal )

4.   Perubahah persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis).
Tujuan : setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
Kriteria hasil :
Klien mengalami penurunan halusinasi.
Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur perilaku.
Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.

Intervensi :
a.Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
R : Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus
b.Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
R : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi
c..Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan kalender, jam, atau catatan.
R : Menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar
d. Ajarkan strategi mengatasi stres
R : Menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e.  Libatkan dalam aktivitas  sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
    R : Memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain


5. Risiko mencederai diri berhubungan dengan depresi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak  mencederai diri.

Kriteria Hasil:
Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.
Lansia tampak lebih bahagia.
Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.

Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan lansia.
R : Hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam mencari data-data tentang lansia.
b. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya memberikan sentuhan, anggukan.
R : Dengan sikap sabar dan empati lansia akan merasa lebih diperhatikan dan berguna
c. Pantau dengan seksama risiko bunuh diri / melukai diri sendiri. Jauhkan atau simpan alat-alay yang dapat digunakan untuk mencederai dirinya / oranglain.
R : Meminimalkan terjadinya perilaku mencederai diri.

D. EVALUASI
1.   Lansia merasa tidak stres dan depresi
2.   Lansia memiliki pola tidur yang teratur
3.   Lansia dapat berpikir rasional
4.   tidak terjadi penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
5.   Lansia tidak mencederai diri

BAB IV

PENUTUP


A.  KESIMPULAN

Salah perlakuan terhadap orang tua adalah segala jenis hal yang membahayakan termasuk tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan terdapat hak asasi manusia.
Beberapa tipe pada lansa bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan , kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya
Jenis-jenis salah perlakuan pada lansia yaitu Penganiayaan Fisik, Pengabaian fisik, Penganiayaan psikologis, Pengabaian psikologis, Penganiayaan financial atau material, Pengabaian financial atau material Kejahatan terhadap hak asasi manusia
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas,kesepian, dan mudah tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada lansia.
Jika lansia mengalami masalah gangguan kesehatan jiawa, maka kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia. Mencegah dan merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa adalah hal yang sangat penting dalalm upaya mendorong lansia bahagia dan sejahtera di dalam keluarga serta masyarakat.
Kondisi mental yang sehat dan aktif pada masa tua dibutuhkan pemeliharaan yang kontinu untuk mempertahankan daya pikirnya dan mencegah dari perasaan cemas dan depresi.
Oleh karena itu mempertahankan kesehatan jiwa ayng optimal merupakan abgian penting dalam mencapa masa tua yang sehat dan bahagia.
Factor risiko utama untuk timbulnya salah perlakuan pada usia lanjut yaitu gangguan kognitif dan ketergantungan.
Ada beberapa faktor risiko yang mendukung terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia. Faktor-faktor risiko tersebut adalah:
6.   Kesehatan fisik yang buruk.
7.   Perpisahan dengan pasangan.
8.   Perumahan dan transportasi ayng tidak memadai.
9.   Sumber finansial berkurang.
10.   Dukungan social berkurang.
Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis yang berhubungan dengan suatuu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.
Gejala-gejala depresi adalah sebagai berikut:
1.      Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi yang bukan merupakan kebiasaannya sehari-hari.
2.      Sering kelelahan,lemas,dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari.
3.      Kebersihan dan kerapian diri sering diabaikan.
4.      Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung.
5.      Daya konsentrasi berkurang.
6.      Pada pembicaraan sering disertai topic yang berhubungan dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa.
7.      Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun secara cepat.
8.      Kadang-kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri pada lansia adalah perbuatan yang dilakukan oleh seorang lanjut usia untuk memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu  perkara yang di anggap tidak dapat di tangani.
Penyebab bunuh diri pada lansia (hendlin)
a.   Perubahan situasi dari mandiri ke ketergantungan
b.   Penyakit yang menurunkan kemampuan fungsi.
c.   Perasaan tidak berarti di masyarakat
d.   Kesepian dan isolasi social
e.   Kehilangan ganda ( seperti pekerjaan, pasangan, kesehatan )
f.    Sumber hidup berkurang.


DAFTAR PUSTAKA




Widuri Hesti, 2010 . Asuhan keperawatan pada lanjut usia di tatanan klinik . Yogyakarta : 2010

Jubaedi Ahmad,2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba  Medika,2008






No comments:

Post a Comment