BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara-negara di dunia menghadapi
isu global dengan terjadinya penuaan penduduk (ageing population). Indonesia,
seperti halnya negara - negara lain menghadapi kecenderungan meningkatnya angka
harapan hidup penduduk. Situasi ini memberikan dampak terhadap kebutuhan yang
mendesak untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkannya. Tidak hanya yang
berkaitan dengan penyediaan perawatan medis yang berkualitas, melainkan
perawatan khusus untuk perlindungan hak dan kepentingan hukum lanjut usia.
Lanjut usia berhak mendapat
pelayanan kesehatan, dan berbagai hal yang
terkait dengan upaya peningkatan
status kesehatan tanpa kecuali. Kesehatan adalah hak asasi manusia, seperti
tercantum dalam konstitusi WHO sebagai berikut: "menikmati standar
tertinggi kesehatan merupakan salah satu hak dasar setiap manusia ..."
(WHO, 2011).
Namun demikian, keterbatasan fisik
dan mental mengakibatkan lanjut usia tidak selalu dapat menggunakan haknya.
Sementara Undang-undangan Kesehatan yang ada tidak mengatur secara komprehensif
penyediaan pelayanan medis bagi lanjut usia. Dengan demikian diperlukan
landasan hukum yang kuat untuk memastikan tambahan mekanisme perlindungan hak
yang sah dalam bentuk undang-undang untuk lanjut usia dalam bidang pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini pemerintah harus berperan sebagai pemberi jaminan
perlindungan hak, seperti perlindungan sosial untuk kelompok
rentan.
Lanjut usia, yaitu kelompok penduduk
usia 60 tahun ke atas, juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat pelayanan
kesehatan. Kelompok ini merupakan kelompok penduduk yang tergolong rentan, yang
sering dianggap menjadi beban bagi kelompok penduduk lainnya.
Salah
perlakuan terhadap orang lanjut usia telah menjadi masalah medis dan sosial
selama 20 tahun terakhir. Karena kurangnya laporan, masalah ini sering tidak
terdeteksi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa prevalensi dari salah
perlakuan terhadap orang lanjut usia ini berkisar antara 1-5 % di USA atau
lebih dari 1,5 juta orang tua setiap tahunnya.
Meski
pun belum terdapat data akurat di Indonesia namun dalam praktek sehari-sehari
kian sering dijumpai kasus-kasus yang mengindikasikan adanya salah perlakuan
terhadap orang berusia lanjut. Berbagai sikap seperti kekerasan, pengabaian,
eksploitasi, dan meninggalkan/ mengisolasi oleh pramurawat, keluarga dan
teman-teman, atau kenalan dapat memberikan akibat fatal bagi seorang berusia
lanjut. Sikap-sikap tersebut baik disengaja maupun tidak, dapat berujung pada
merosotnya kualitas hidup dan kesehatan seorang berusia lanjut.
Salah
perlakuan terhadap orang tua baru mulai mendapat perhatian pada akhir tahun
1970-an setelah dimuatnya laporan pemukulan terhadap seorang nenek di media masa
inggris. Karena itu, pengetahuan kita mengenai salah perlakuan pada usia lanjut
jauh tertinggal dibsndingkan kejahatan terhadap anak maupun wanita. Meskipun
berbagai kelompok seperti para ahli hukum, sosiolog, pekerja social, dan
perawat secara klinis dan akademis terlibat dengan masalah ini, namun para
dokter umumnya, belum berkontribusi signifikan. Hal ini, untuk sebagian,
mencerminkan kenyataan bahwa dokter keluarga, yang paling tepat untuk menilai
ada tidaknya diagnosis salah perlakuan, merasa tidak cukup bekal pengetahuan,
mungkin karena kejahatan interpersonal dalam pendidikan kedokteran selama ini
terabaikan
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1.
Menjelaskan tentang salah perlakuan pada lansia
2.
Menjelaskan
tentang depresi yang terjadi pada lansia
3. Menjelaskan tentang bunuh diri pada lansia
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa dapat mengetahui tentang salah perlakuan pada
lansia
2.
Mahasiswa dapat mengetahui tentang depresi yang terjadi pada
lansia
3. Mahasiswa dapat
mengetahui tentang bunuh diri pada lansia
D. METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan
yang digunakan dalam menyusun tugas ini adalah menggunakan metode deskriptif:
a. Studi kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan data membaca dan
mempelajari buku yang berkaitan dengan makalah ini.
b. Diskusi kelompok.
c. Searching internet.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I : PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
B.
Tujuan
penulisan
C.
Metode
penulisan
D.
Sistematika
penulisan
BAB II
: PEMBAHASAN
A.
Defenisi Kebijakan
B.
Perumusan Masalah Kebijakan
C. Visi Dan Misi
Pembangunan Kesehatan
D.
Kebijakan nasional tentang upaya kesehatan masyarakat
E.
Masyarakat Dalam Pembangunan Kesehatan
F.
Strategi Pembangunan Kesehatan
G.
Kebijakan Prioritas
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
I. SALAH PERLAKUAN PADA USIA LANJUT
A. Pengertian
Salah
perlakuan terhadap orang tua adalah segala jenis hal yang membahayakan termasuk
tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan terdapat hak asasi
manusia (Fulmer and O’Malley 1987).
Menurut
Callahan, salah perlakuan yang terbesar pada usia lanjut adalah kegagalan
menyediakan kebutuhan ekonomi untuk hidup layak dan kesempatan memilih
keinginan sendiri. Ia menyimpulkan bahwa kesehatan ekonomi seorang berusia
lanjut sejalan dengan membaiknya taraf kesehatan, tempat tinggal, hubungan
keluarga, dan memperkecil situasi salah perlakuan.
Perlakuan yang tidak benar terhadap lansia adalah suatu
kondisi yang dapat dimasukkan ke dalam salah satu sindrom geriatric. Hal ini
kemungkinan disebabkan selain karena besaranya insidens tetapi juga karena
akibat yang diderita oleh lansia tersebut memprihatinkan. Seiring dengan
meningkatnya jumlah populasi lansia, semakin tidak dapat dipungkiri bahwa
perlakuan yang tidak benar terhadap lansia semakin bertambah besar pada decade
mendatang. Perlindungan pada lansia terhadap kasus “mistreatment” merupakan
bagian penting dari pelayanan geriatric yang berkualitas.
Elderly mistreatment mencakup
ada dan tidak-adanya segala perlakuan yang menyebabkan timbulnya atau ancaman
timbulnya kejahatan atas kesehatan dan kesejahteraan seorang lansia. Walaupun
secara umum sering diklasifikasikan sebagai abuse fisik, psikologik, atau
verbal, pengabaian dan financial, sebenarnya definisi dari perlakuan tidak
benarperubahan zaman, mempunyai kesibkan, bersikap ini masih berbeda-beda.
Salah
perlakuan terhadap orangtua adalah segala jenis hal yang membahayakan termasuk
tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan terhadap Hak Asasi
Manusia.
Perlakuan tidak benar pada usia lanjut dikatakan merupakan
hal yang umum. Di berbagai belahan dunia dikatakan insidensnya mencapai 2-5%,
dimana kejadian abuse lebih banyak ketimbang pengabaian. Studi yang ada pada
umumnya dibuat berdasarkan laporan diri, yang demikian mungkin tidak
menampilkan
prevalensi actual. Perlakuan tak benar terhadap lansia lebih sering dilakukan
oleh anggota keluarga sendiri, terutama pasangan hidup dan anak yang sudah
dewasa.
Dapat dimengerti karena mereka adalah sebagai pemberi rawatan
terbanyak bagi lansia. Dalam hal anak, baik laki-laki maupun wanita sama banyak
sebagai pelaku, walaupun terdapat beberapa penelitian dimana anak wanita lebih
banyak
B. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansa bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan , kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (
Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.
Tipe
arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
denganperubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermaan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2.
Tipe
mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencapai pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah,tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, mengkritik dan
banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5.
Tipe
bingung
Kaget, kehilangan kepribadian,mengasingkn diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe
konstruktif, tipe dependen, (kebergantungan), tipe defensive ( bertahan ) tipe
militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang
dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks
kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu
lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya,
lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan
badan social, lansia di panti wreda, lansi yang dirawat di rumah sakit, dan
lansia dengan gangguan mental.
C. Jenis-Jenis Salah Perlakuan Pada Usia Lanjut
1. Penganiayaan Fisik
Mencakup
tindakan-tindakan kejahatan yang menyebabkan nyeri, trauma, gangguan, atau
penyakit. Contoh : memukul, menendang, mendorong.
2.
Pengabaian
fisik
Memiliki ciri
khas berupa kegagalan pramurawat untuk menyiapkan barang-barang atau pelayanan
yang dibutuhkan untuk dapat berfungsi optimal atau untuk menhindari bahaya. Hal
ini lebih sering didapati dari perlakuan yang salah secara fisik. Misalnya
menghentikan perawatan, Dapat berupa penelantaran yang pasif seperti
meninggalkan lansia sendirian, diisolasi, dilupakan dan penelantaran aktif:
seperti menghentikan kebutuhan seperti makanan, obat-obatan, pakaian,
pergaulan, bantuan mandi, oversedasi untuk mengontrol tingkah laku.
3.
Penganiayaan
psikologis
Kekerasan
terhadap mental orang lanjut sehingga menimbulkan kesedihan yang mendalam.
Contoh : mengancam, caci maki, perlakuan seperti anak-anak, atau mengisolasi.
4.
Pengabaian
psikologis
Pengabaian
psikologis Adalah kegagalan untuk menyediakan stimulasi social bagi orang
berusia lanjut yang tidak mandiri.
5.
Penganiayaan
financial atau material
Mencakup salah guna pendapatan atau sumber-sumber
financial atau penghailan seseorang oleh orang lain atau perawat.
penyalahgunaan harta lansia untuk kepentingan orang lain. Misalnya menggunakan
uang lansia untuk kepentingan orang lain, bahkan dengan akibat tidak memenuhi
kebutuhan pokok lansia
6.
Pengabaian
financial atau material
Kegagalan menggunakan dana atau sumber-sumber yang
diperlukan untuk menopang pemulihan kesehatan atau kesejahteraan usia lanjut.
Terjadi bila orang yang merawat/mengawasi usia lanjut
mengabaikan hak-hak orang berusia lanjut dan kemampuan untuk mengambil
keputusan begi mereka. (kebebasan pribadi, kekayan pribadi, keinginan
berkumpul, berbicara, privacy, memberikan suara). Contoh : mengambil hak milik
pribadi dari orang tua.
D. Etiologi
Teori Penukaran : ketergantungan korban pada pramurawat dan
pramurawat pada korban terjadi bila perawat tergantung pada pasien, perawat
memperlakukan pasiem dengan salah sebagai strategi penyeimbang.
Teori Pembelajaran Sosial : merujuk kepada orang tua yang
bertindak kasar dalam mendidik anak-anaknya, anak belajar menggunakan kekasaran
sebagai mekanisme adaptasi anak-anak kemudian mengasari orangtuanya saat mereka
berperan sebagai pengawas orang tua.
Teori Psikoanalisis: dapat diajukan apabila pramurawat
memiliki problem psikologis atau penyalahgunaan obat.
E. Faktor Resiko
Factor risiko utama untuk timbulnya salah perlakuan pada
usia lanjut yaitu gangguan kognitif dan ketergantungan. Selain itu adapula
factor risiko lain:
1.
Usia lanjut
2.
Rendahnya pendapatan
3.
Kurangnya akses terhadap berbagai
sumber
4.
Isolasi social
5.
Status minoritas
6.
Rendahnya kemampuan fungsional
7.
Penyalahgunaan zat oleh penderita
maupun pramurawat
8.
Kelelahan dan frustasi pramurawat
F. Pembinaan kesehatan pralansia
Masa pralansia merupakan masa
persiapan diri untuk mencapai usia lanjut yangsehat, aktif dan produktif. Oleh
karena itu dimasa ini banyak perubahan yang terjadi seperti menopause, puncak
karir, masa menjelang pension, dan rasa kehilangan (kedudukan,kekuasaan, tean ,
anggota keluarga, pendapatan)
Hal – hal yang harus dipersiapkan
menjelang masa lansia adalah sebagai berikut.
1. Kesehatan
a.
Latihan
fisik/olahraga secara teratur dan sesuai kemampuan
b.
Pengaturan
gizi/diet seimbang
c.
Tetap
bergairah dan memelihara kehidupan seks yang sehat.
d.
Melakukan
pemeriksaan kesehatan secara teratur (minimal 6 bulan sekali)
e.
Memelihara
penampilan diri yang rapid an bersih.
f.
Menghindari
kebiasaan buruk yang berdampak tidak baik bagi kesehatan (merokok,minuman
keras, malas olahraga, makan berlebihan, tidur tidak teratur, minum obat tidak
sesuai anjuran, dan hubungan tidak harmonis).
2.
Social
a.
Meningkatkan
iman da takwa
b.
Tetap
setia dengabn pasangan yang sah.
c.
Mengikuti
kegiatan social.
d.
Meningkatkan
keharmonisan dalam rumah tangga.
e.
Menyedikan
waktu untuk berkreasi.
f.
Teta
mengembangkan hobby dan bakat.
3.
Ekonomi
a.
Mempersiakan
tabungan hari tua.
b.
Berwiraswasta.
c.
Mengikuti
asuransi.
G. Pembinaaan kesehatan lansia
1.
Tujuan
Meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat ( Depkes
RI, 2003).
2.
Sasaran
a.
Sasaran
langsung
1)
Kelompok
pralansia ( 45-59)
2)
Kelompon
lansia ( 60 tahun ke atas).
3)
Kelompok
lansia dengan resiko tinggi ( 70 tahun ke atas).
b.
Sasaran
tidak langsung
1) Keluarga dimana usia lanjut berada.
2) Organisasi social yang bergerak dalam
oembinaan usia lanjut.
3) Masyarakat.
H. Hal-hal yang perlu diperhatikan lansia
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia
berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladaptif).
1.
Perilaku
yang kurang baik
a.
Kurang
berserah diri.
b.
Pemarah,
merasa tidak puas, murung,dan putus asa.
c.
Sering
menyendiri.
d.
Kerang
melakukan aktifitas fisik/olahraga/kurang gerak.
e.
Makan
tidak teratur dan kurang minum.
f.
Kebiasaaan
merokok dan meminum-minuman keras.
g.
Minum
obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpaaturan.
h.
Melakukan
kegiatan yang melebihi kemampuan.
i.
Menganggap
kehidupan seks tidak diperlukan lagi.
j.
Tidak
memeriksa keseshatan secara teratur.
2.
Perilaku
yang baik
a.
Mendekatkan
diri pada Tuhan Yang Mahakuasa.
b.
Mau
menerima keadaan,sabar dan optimis, serta meningkatkan rasa percay diri dengan
melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c.
Menjalin
hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat.
d.
Melakukan
olahraga ringan setiap hari.
e.
Makan
dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai, serta banyak
minum.
f.
Berhenti
merokok dan meminum-minuman keras.
g.
Minumlah
obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan.
h.
Mengembangkan
hobby sesuai kemampuan.
i.
Tetap
bergairah dan memelihara kehidupan seks.
j.
Memeriksa
kesehatan secara teratur.
3.
Manfaat
perilaku yang baik
a.
Lebih
takwa dan tenang.
b.
Tetap
ceria dan banyak mengisi waktu luang.
c.
Keberadaannya
tetap di akui oleh keluarga dan Masyarakat kesegaran dan kebugaran tubuh tetap
terpelihara.
d.
Terhindar
dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung,
paru-paru , diabetes, kanker dan lain-lain.
e.
Mencegah
keracunan obat dan efek samping lainnya.
f.
Mengurangi
stress dan kecemasan.
g.
Hubungan
harmonis tetap terpelihara.
h.
Gangguan
kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin.
I. Pedoman pelaksanaan
1.
Bagi
petugas kesehatan
a.
Upaya
promotif, yaitu upaya untuk menggairahkan semangat hidup para lansia agar tetap
dihargai dan berguna, baik bagi dirinya,keluarga, maupun masyarakat.
b.
Upaya
preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinyakomplikasi
dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.
c.
Upaya
rehabilitative, yaitu upaya untuk memulihkan fungsin organ tubuh yang telah
menurun.
2.
Bagi
lansia itu sendiri
Untuk Kelompok pralansia, membutuhkan informasi sebagai
berikut.
a.
Adanya
proses penuaan
b.
Pentingnya
pemeriksaan kesehatan secara berkal
c.
Pentingnya
melakukan latihan kesegaran jasmani.
d.
Pentingnya
melakukan diet dengan menu seimbang.
e.
Pentingnya
meningkatkan kegiatan social di masyarakat.
Untuk kelompok lansia, membutuhkan informasi sebagai
berikut.
a.
Pemeriksaan
kesehatan secara berkala.
b.
Kegiatan
olahraga.
c.
Pola
makan dengan menu seimbang.
d.
Perlunya
alat bantusesuai dengan kebutuhan.
e.
Pengembangan
kegemaran sesuai dengan kemampuan.
Untuk kelompok lansia dengan resiko tinggi, membutuhkan
informasi sebagai berikut.
a.
Pembinaan
diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi dan melakukan aktivitas,
baiik di dalam maupun di luar rumah.
b.
Pemeriksaan
kesehatan berkala.
c.
Latihan
kesegaran jasmani.
d.
Pemakaian
alat bantu seuai kebutuhan.
e.
Perawatan
fisioterapi.
3.
Bagi
keluarga dan lingkungan
a.
Membantu
mewujudkan peran serta kebahagiaan dan kesejahteraan lansia.
b.
Usaha
pencegahan dimulai dalam rumah tangga.
c.
Membimbing
dalam ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
d.
Melatih
berkarya dan menyalurkan hobi.
e.
Menghargai
dan kasih sayang terhadap para lansia.
J. Masalah kesehatan jiwa pada lansia
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka
mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas,kesepian, dan mudah
tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi
pada lansia.
Jika lansia mengalami masalah gangguan kesehatan jiawa, maka
kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia. Mencegah dan
merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa adalah hal yang sangat penting
dalalm upaya mendorong lansia bahagia dan sejahtera di dalam keluarga serta
masyarakat.
Kondisi mental yang sehat dan aktif pada masa tua
dibutuhkan pemeliharaan yang kontinu untuk mempertahankan daya pikirnya dan
mencegah dari perasaan cemas dan depresi.
Oleh karena itu mempertahankan kesehatan jiwa ayng
optimal merupakan abgian penting dalam mencapa masa tua yang sehat dan bahagia.
K. Faktor risiko terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia
Ada beberapa faktor risiko yang mendukung terjadinya
masalah kesehatan jiwa pada lansia. Faktor-faktor risiko tersebut adalah:
1.
Kesehatan
fisik yang buruk.
2.
Perpisahan
dengan pasangan.
3.
Perumahan
dan transportasi ayng tidak memadai.
4.
Sumber
finansial berkurang.
5.
Dukungan
social berkurang.
Sedangkan kriteria optimal yang sehat menuryt ( WHO, 1959
) adalah sebagai berikut :
1.
Dapat
menerima kenyataan yang baik maupun buruk.
2.
Puas
dengan hasil karyanya.
3.
Merasa
lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
4.
Secara
relative bebas dari rasa tegang dan cemas.
5.
Berhubungan
dengan orang lain untuk tolong-menolong dan saling memuaskan.
6.
Mengambil
hikmah dari kejadian buruk.
7.
Mengalihkan
rasa permusuhan pada penyeleaian yang kreatif dan konstruktif.
8.
Mempunyai
rasa kasih sayang sayang besar.
L. Masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada lansia
Masalah kesehatan jiwa pada lansia meliputi kecemasan, depresi,
insomnia, dan demensia.
1.
Kecemasan
Gejala – gejala kecemasan yang dialami oleh lansia adalah
sebagai berikut.
a. Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi.
b.
Sulit
tidur sepanjang malam.
c.
Rasa
tegang dan cepat marah.
d.
Sering
mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang
berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya.
e.
Sering
membayangkan hal-hal yang menakutkan.
f.
Rasa
panic terhadao masalah yang ringan.
Tindakan untuk
mengatasi kecemassan pada lansia adalah sebagai berikut.
a.
Cobalah
untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying.
b.
Bicaralah
tentang rasa khawatir lansia dan cobalah uuntuk menentukan penyebab yang
mendasar (dengan memandang lansia secara holistik).
c.
Cobalah
untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati.
d.
Bila
penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alasan-alasan yang dapat diterima
olehnya.
Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat
ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.
II. DEPRESI
A. Pengertian
Depresi adalah
perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis yang berhubungan dengan suatuu
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau
perasaan marah yang dalam.
B. Gejala
Gejala-gejala depresi adalah sebagai berikut:
1.
Sering
mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi yang bukan merupakan
kebiasaannya sehari-hari.
2.
Sering
kelelahan,lemas,dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari.
3.
Kebersihan
dan kerapian diri sering diabaikan.
4.
Cepat
sekali menjadi marah atau tersinggung.
5.
Daya
konsentrasi berkurang.
6.
Pada
pembicaraan sering disertai topic yang berhubungan dengan rasa pesimis atau
perasaan putus asa.
7.
Berkurang
atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun secara cepat.
8.
Kadang-kadang
dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.
Depresi dapat timbul secara spontan ataupun sebagai
reaksi terhadap perubahn-perubahan dalam kehidupan, seperti :
1.
Cacat
fisikatau mental seperti stroke atau demensia,sehingga menjadi sangat
bergantung pada orang lain.
2.
Suasana
duka cita.
3.
Meninggalnya
pasangan hidup.
C. Pertimbangan Khusus dalam Perawatan
1. Pertolongan segera untuk mengatasi
depresi. Untuk membantu klien lanjut usia memahami dan menyatakan perasaan
positif dan negatif yang menyangkut dirinya, orang lain, dan apa yangterjadi,
dilakukan hal berikut:
a.
Bentuk
kontak dengan klien lanjut usia sesering mungkin,baik secara verbal maupun
nonverbal.
b.
Beri
perhatian terus menerus,walaupun klien lanjut usia tidak mau dan tidak dapat
berbicara dengan Anda. Pendekatan ini akan menjadikan Anda seseorang yang menyenangkan dan menarik.
Ingat, klien lanjut usia yang mengalami depresi bisanya merasa sendiri dan tidak berharga.
Kepercayaan bahwa seseorang menaruh minat dan memperhatikan mereka adalah
tindakan yang paling menolong.
c.
Libatkan
klien lanjut usia dalam menolong dirinya
sendiri atau aktivitas sehari-hari dan tingkatan secara bertahap.
d.
Jika
Anda merasa perlu, usulkan pada dokter untuk memakai antidepresan.
2. Beralih keperawatan diri sendiri untuk
menambah harga diri :
a.
Tetap
luangkan waktu untuk klien lanjut usia setiap hari.
b.
Gunakan
pertanyaan terbuka untuk mengekspresikan perasaan klien lanjut usia, misalnya
“Anda kelihatan sedih hari ini, apa yang anda rasakan?”
c.
Jangan
ketakutan pada klien lanjut usia bahwa ia tidak sesedih seperti yang ia
rasakan. Pendekatanini hanyamenguatkan perasaan bahwa tidak seorang pun
mengerti dirinya.
d.
Puji
klien lanjut usia karena keterlibatannyadalam menolong dirinya atau aktivitas
lainnya.
3. Bekerja sama dengan tim dan keluarga
untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara optimal. Untuk
memudahkan pengenalan cara penyesuaiandiri dan memudahkan staf mengatasi
masalah klien lanjut usi, hal berikut dapat dilakukan :
a.
Meyakinkan
pemberi asuhan tentang tanggung jawab mereka untuk tidak memperberat rasa sedih
klien.
b.
Menganjurkan
staf atau orang terdekat memuji klien lanjut usia atas usaha dan aktivitasnya.
c.
Membantu
staf dalam upaya berkomunikasi dengan klien lanjut usia, mengarahkan supaya
member perhatian kepada klien lanjut usia sebanyak mungkin.
III. BUNUH DIRI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan orang lain. Bunuh diri pada lansia adalah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
lanjut usia untuk memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu
perkara yang di anggap tidak dapat di tangani.
Bunuh diri adalah tidakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu
berada dalam keadaan stress yang tinggi dan menggunakan koping yang mal
adaptif. Orang-orang tua berisiko tinggi untuk bunuh diri dari pada kelompok umur
lainnya. Tingkat bunuh diripada orang kulit putih yang berusia lebih dari 65
tahun lima kali lebih tinggi dari pada populasi yang lainnya. Sepertiga dari lansia
melaporkan bahwa kesepian dan kesendirian merupakan alasan dasar untuk bunuh diri.
Kira-kira 10% dari lansia dengan ide-ide untuk bunuh diri melaporkan bahwa masalah
keuangan, kesehatan yang buruk ataudepresi merupakan alasan timbulnya pemikiran
untuk bunuh diri. Sekitar 70% percobaan bunuh diri dilakukan dengan cara meminum
obat-obatan sampai over dosis dan 20% dengan cara mengiris atau melukai tubuh mereka.
B. Kategori bunuh diri
1.
Pembagian
bunuhdiri
Perilaku bunuh diri
biasanya di bagi menjadi tiga kategori,yaitu:
a.
Ancaman bunuh diri
Peringatan
verbal atau non verbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.Orang
tersebut mungkin menunjukan secara verbal bahwa ia tidak akan berada disekitar kita
lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara non verbal melalui pemberian
hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya.
Pesan –pesan ini
harus diperhatikan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan
ambivalensi tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat di tafsirkan sebagai
dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b.
Upaya bunuh diri
Semua tindakan
yang di arah kan pada tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh individu yang
mengarah pada kematian jika tidak di cegah.
c.
Bunuh diri
Mungkin terjadi
setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya
bunuh diri dan yang tidak benar – benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda
tersebut tidak di ketahui tepat pada waktunya.
Menurut
Durkheim (dalam Lyttle, 1986 &Nevid.,dkk., 1997) yang konsern mengkaji bunuh
diri dengan menggunakan perspektif sosiologi, menyebutkan jika bunuh diri terdiri
atas beberapa prinsip tipe. Beberapa prinsip tipe tersebut adalah :
1) Anomic
Suicide.
Kondisi ketidaknormalan individu berada
pada posisi yang sangat rendah, individu adalah orang yang terkatung-katung secara
sosial. Anomic suicidea dalah hasil dari adanya gangguan yang nyata.
Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba harus kehilangan pekerjaannya yang
berharga kemudian melakukan tindakan bunuh diri termasuk ke dalam tipe ini. Anomic
disebut juga kehilangan perasaan dan menjadi kebingungan.
2) Egoistic
Suicide.
Kekurangan keterikatan dengan komunitas
sosial atau masyarakat, atau dengan kata lain individu kehilangan dukungan dari
lingkungan sosialnya atau masyarakat. Sebagai contoh, orang-orang yang sudah lanjut
usia (elderly) yang membunuh diri mereka sendiri setelah kehilangan kontak
atau sentuhan dari teman atau keluarganya bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.
3) Altruistic
Suicide.
Pengorbanan diri (self-sacrifice)
sebagai bentuk peran serta sosial dan untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat,
sebagai contoh kamikaze atau seppuku di jepang. Tipe ini disebut juga
“formalized suicide”
4) Fatalistic
Suicide.
Merupakan bunuh diri sebagai akibat hilangnya
kendali diri dan merasa jika bisa menentukan takdir diri sendiri dan orang
lain. Bunuh diri massal yang dilakukan oleh 39 orang anggota Heaven’s Gate
cult adalah contoh dari tipe ini. Kehidupan 39 orang ini berada di tangan pemimpinnya.
Meyer (1996)
memaparkan beberapa tipe bunuhdiri yang merupakan pengembangan atas tipe-tipe bunuh
diri yang dikemukakan oleh Emile Durkheim.
1) Realistic.
Bunuh diri yang dipercepat oleh tiap-tiap kondisi sebagai suatu
prospek dari rasa sakit
yang mendahului suatu kesungguhan untuk mati.
2) Altruistic.
Perilaku-perilaku mengabdi dari suatu individu terhadap
kelompok ethic yang memerintahkan atau mengharuskan indvidu tersebut untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
3) Inadvervent.
Individu membuat sikap seolah-olah akan melakukan bunuh diri
agar bisa mempengaruhi atau memanipulasi seseorang, tetapi sebuah kesalahan pengambilan
keputusan akan membawa ke kondisi fatal (kematian) yang tidak diharapkan.
4) Spite.
Hampir mirip dengan inadvervent suicide. Bunuh diri ini
terfokus pada seseorang, tetapi keinginan untuk membunuh diri sendiri adalah sungguh-sungguh,
dan hal tersebut dilakukan dengan harapan agar orang lain atau seseorang benar-benar
menderita karena adanya perasaan bersalah.
5) Bizzare.
Keinginan bunuh diri dari suatu individu adalah hasil dari adanya
halusinasi (seperti adanya suara yang memerintahkan untuk melakukan bunuh diri)
atau delusi (seperti adanya kepercayaan bila bunuh diri akan merubah dunia).
6) Anomic.
Bunuh diri yang terjadi karena adanya ketidakstabilan dalam kondisi
ekonomi dan sosial (seperti dengan tiba-tiba kehilangan pendapatan atau pekerjaan).
Secara nyata hal ini akan mengubah situasi kehidupan individu. Ketidakmampuan untuk
melakukan coping yang baik, bisa mengakibatkan bunuh diri.
7) Negative
self. Depresi yang kronis dan gangguan perasaan yang kronis menghasilkan
percobaan bunuhdiri yang berulang yang pada akhirnya menjadi faktor terdepan menuju
kondisi yang fatal.
2.
Penyebab bunuh diri pada lansia
(hendlin)
a.
Perubahan situasi dari mandiri ke
ketergantungan
b.
Penyakit yang menurunkan kemampuan
fungsi.
c.
Perasaan tidak berarti di masyarakat
d.
Kesepian dan isolasi social
e.
Kehilangan ganda ( seperti
pekerjaan, pasangan, kesehatan )
f.
Sumber hidup berkurang.
C. Stresor pencetus
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress yang
berlebihan yang di alami individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian kehidupan
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu mengetahui seseorang
yang telah mencoba atau melakukan bunuh diri atau membaca melalui media dapat juga
membuat individu makin rentan untuk melakukan perilaku destruktif diri.
D. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif diri. Sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang
menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang
mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini.
E. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif
diri tak langsung adalah
1.
Denial, mekanismekoping yang paling
menonjol
2.
rasionallisasi
3.
intelektualisasi
4.
regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya di tantang tanpa memberikan
cara koping yang alternative. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada di antara
individu dan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme
kopping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan
koping dan mekanisme adaptif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Kaji
ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
1.
Kaji adanya depresi.
2.
Singkirkan kemungkinan adanya
depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
3.
depresion scale.
4.
Wawancarai klien, pemberi asuhan
atau keluarga.
5.
Lakukan observasi langsung terhadap
:
a.
Perilaku
1) Bagaimana
kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup
sehari-hari?
2) Apakah
klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
3) Apakah
klien sering mengluyur dan mondar - mandir?
4) Apakah
klien menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?
b.
Afek
1) Apakah
kilen menunjukkan ansietas
2) Labilitas
emosi
3) Depresi
atau apatis
4) Lritabilitas
5) Curiga
6) Tidak
berdaya
7) Frustasi
c.
Respon kognitif
1) Bagaimana
tingakat orientasi klien?
2) Apakah
klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal - hal yang baru saja atau yang
sudah lama terjadi?
3) Sulit
mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?
4) Kurang
mampu membuat penilaian?
Luangkan
waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
1) Identifikasi
pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi
asuhan dikeluarga tersebut.
2) ldentifikasi
sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
3) Identifikasi
pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat
hal-hal yang perlu diajarkan).
4) Identifikasi
sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
5) Identifikasi
kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang
dirinya sendiri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan alam perasaan : depresi
berhubungan dengan koping maladaptif.
2.
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan ansietas.
3.
Gangguan proses pikir berhubungan
dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.
4.
Perubahah persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
(defisit neurologis).
5.
Risiko mencederai diri berhubungan
dengan depresi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan alam perasaan : depresi
berhubungan dengan koping maladaptif.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak
stres dan depresi.
Kriteria
Hasil :
a.
Klien dapat meningkatkan harga diri
b.
Klien dapat menggunakan dukungan
social
c.
Klien dapat menggunakan obat dengan
benar dan tepat
Intervensi :
a.
Kaji dan kerahkan sumber-sumber
internal individu
R : Individu lebih percaya diri.
b.
Kaji sistem pemdukung keyakinan (
nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan,kepercayaan agama)
R : Meningkatkan nilai spiritual
lansia
c.
Bantu untuk memahami bahwa klien
dapat mengatasi keputusannya.
R : Membangun motivasi pada lansia
d.
Diskusikan tentang obat ( nama,
dosis, frekuensi, efek samping minum obat)
R : Untuk memberi pemahaman kepada
lansia tentang obat
e.
Bantu menggunakan obat dengan
prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu)
R : Prinsip 5 benar dapat
memaksimalkan fungsi obat secara efektif
f.
Anjurkan membicarakan efek samping
yang dirasakan
R : Menambah pengetahuan lansia
tentang efek samping obat.
2. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan ansietas.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan
klien memiliki pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
a.
Klien mampu memahami factor penyebab
gangguan pola tidur.
b.
Klien mampu memahami rencana khusus
untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
c.
Klien mampu menciptakan pola tidur
yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
d.
melayang-layang (melamun).
e.
Klien tampak atau melaporkan dapat
beristirahat yang cukup.
Intervensi :
a.
Jangan menganjurkan klien untuk
tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari.
R : irama sikardian (siklus tidur
bangun ) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b.
Evaluasi efek obat klien yang
mengganggu tidur
R : gangguan psikis terjadi bila
terdapat penggunaan kortikosteroid termasuk perubahan mood, insomnia.
c.
Tentukan kebiasaan dan rutinitas
waktu tidur malam dengan kebiasaan klien
R : mengubah pola tidur yang sudah
terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d.
Berikan lingkungan yang nyaman untuk
meningkatkan tidur.
R : lingkungan n yang nyaman dapat
membuat klien mudah untuk tidur.
e.
Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan
waktu tidur lebih lama
R : gangguan tidur terjadi dengan
seringnya tidur dan mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis
dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
3. Gangguan proses pikir berhubungan
dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan
klien dapat berpikir rasional.
Kriteria hasil :
a.
Klien mampu memperlihatkan kemampuan
kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan
pikiran tentang diri.
b.
Klien mampu mengembangkan strategi
untuk mengatasi anggapan diri yang negatif. Klien mampu mengenali perubahan
dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
c.
Klien mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan
d.
kebingungan.
Intervensi :
a.
Kaji derajat gangguan kognitif,
seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berpikir.
R : Memberikan dasar perbandinagn
yang akan datang dan memengaruhi rencana intervensi.
b.
Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan perawat-klien yang terapeutik
R : Mengurangi
kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembangan evaluasi
diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis.
c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan
tenang
R
: Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
d.
Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
R : M enimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan
perseptual
e. Gunakan teknik distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang
sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan
kecemasan.
R : Lamunan membantu dalam
meningkatkan orientasi. Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita
klien, penghargaan diri dan kemuliaan ( kebahagiaan personal )
4. Perubahah persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
(defisit neurologis).
Tujuan : setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan
tidak terjadi penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
Kriteria
hasil :
Klien mengalami penurunan halusinasi.
Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi
stress atau mengatur perilaku.
Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
Intervensi
:
a.Kaji
derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi
klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
R : Keterlibatan otak memperlihatkan
masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada
salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus
b.Anjurkan memakai kacamata atau
alat bantu dengar sesuai kebutuhan
R : meningkatkan masukan sensori,
membatasi atau menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi
c..Pertahankan hubungan orientasi
realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan kalender, jam, atau
catatan.
R : Menurunkan kekacauan mental dan
meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi.
Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar
d. Ajarkan strategi mengatasi stres
R : Menurunkan kebutuhan akan
halusinasi
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu,
seperti satu ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia,
terapi okupasi.
R : Memberi kesempatan terhadap stimulasi
partisipasi dengan orang lain
5. Risiko mencederai diri berhubungan dengan depresi
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak mencederai diri.
Kriteria Hasil:
Lansia dapat
mengungkapkan perasaanya.
Lansia tampak
lebih bahagia.
Lansia sudah
bisa tersenyum ikhlas.
Intervensi
:
a. Bina hubungan saling percaya
dengan lansia.
R : Hubungan saling percaya dapat
mempermudah dalam mencari data-data tentang lansia.
b. Lakukan interaksi dengan pasien
sesering mungkin dengan sikap empati dan lebih banyak memakai bahasa non
verbal. Misalnya memberikan sentuhan, anggukan.
R : Dengan sikap sabar dan empati lansia akan merasa lebih
diperhatikan dan berguna
c. Pantau dengan seksama risiko
bunuh diri / melukai diri sendiri. Jauhkan atau simpan alat-alay yang dapat
digunakan untuk mencederai dirinya / oranglain.
R
: Meminimalkan terjadinya perilaku mencederai diri.
D.
EVALUASI
1.
Lansia merasa tidak stres dan
depresi
2.
Lansia memiliki pola tidur yang
teratur
3.
Lansia dapat berpikir rasional
4.
tidak terjadi penurunan lebih lanjut
pada persepsi sensori klien.
5.
Lansia tidak mencederai diri
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Salah perlakuan terhadap
orang tua adalah segala jenis hal yang membahayakan termasuk tindakan kasar,
pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan terdapat hak asasi manusia.
Beberapa tipe pada lansa
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan , kondisi fisik, mental,
social, dan ekonominya
Jenis-jenis salah
perlakuan pada lansia yaitu Penganiayaan Fisik, Pengabaian fisik, Penganiayaan
psikologis, Pengabaian psikologis, Penganiayaan financial atau material, Pengabaian
financial atau material Kejahatan
terhadap hak asasi manusia
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka
mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas,kesepian, dan mudah
tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi
pada lansia.
Jika lansia mengalami masalah gangguan kesehatan jiawa,
maka kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia. Mencegah
dan merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa adalah hal yang sangat penting
dalalm upaya mendorong lansia bahagia dan sejahtera di dalam keluarga serta masyarakat.
Kondisi mental yang sehat dan aktif pada masa tua
dibutuhkan pemeliharaan yang kontinu untuk mempertahankan daya pikirnya dan
mencegah dari perasaan cemas dan depresi.
Oleh karena itu
mempertahankan kesehatan jiwa ayng optimal merupakan abgian penting dalam
mencapa masa tua yang sehat dan bahagia.
Factor risiko utama untuk timbulnya salah perlakuan pada
usia lanjut yaitu gangguan kognitif dan ketergantungan.
Ada beberapa faktor risiko yang mendukung terjadinya
masalah kesehatan jiwa pada lansia. Faktor-faktor risiko tersebut adalah:
6.
Kesehatan
fisik yang buruk.
7.
Perpisahan
dengan pasangan.
8.
Perumahan
dan transportasi ayng tidak memadai.
9.
Sumber
finansial berkurang.
10.
Dukungan
social berkurang.
Depresi adalah
perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis yang berhubungan dengan suatuu
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau
perasaan marah yang dalam.
Gejala-gejala depresi adalah sebagai berikut:
1.
Sering
mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi yang bukan merupakan
kebiasaannya sehari-hari.
2.
Sering
kelelahan,lemas,dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari.
3.
Kebersihan
dan kerapian diri sering diabaikan.
4.
Cepat
sekali menjadi marah atau tersinggung.
5.
Daya
konsentrasi berkurang.
6.
Pada
pembicaraan sering disertai topic yang berhubungan dengan rasa pesimis atau
perasaan putus asa.
7.
Berkurang
atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun secara cepat.
8.
Kadang-kadang
dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.
Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri
pada lansia adalah perbuatan yang dilakukan oleh seorang lanjut usia untuk
memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu perkara yang di
anggap tidak dapat di tangani.
Penyebab bunuh
diri pada lansia (hendlin)
a.
Perubahan situasi dari mandiri ke
ketergantungan
b.
Penyakit yang menurunkan kemampuan
fungsi.
c.
Perasaan tidak berarti di masyarakat
d.
Kesepian dan isolasi social
e.
Kehilangan ganda ( seperti
pekerjaan, pasangan, kesehatan )
f.
Sumber hidup berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Widuri Hesti, 2010 . Asuhan keperawatan pada lanjut usia di
tatanan klinik . Yogyakarta : 2010
Jubaedi Ahmad,2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta : Salemba Medika,2008
No comments:
Post a Comment