Tuesday, September 6, 2016

Asuhan Keperawatan pada Pasien Skizofrenia dengan Harga Diri Rendah



1.   Skizofrenia
a.    Pengertian
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktifitas sehari – hari (Keliat, 2011). Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2008). Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi – bagi sehingga timbul inkoherensi (Direja, 2011). Jadi dari ketiga pengertian skizofrenia diatas dapat disimpulkan bahwa suatu penyakit yang mempengaruhi otak sebagai bentuk dari psikosa fungsional, menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu serta disharmoni (keretakan pribadi) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi – bagi sehingga timbul inkoherensi.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:
1)       Situatioanal, yaitu terjadi terutama yang tiba – tiba, misalnya harus operasi,kecelakaan,dicerai suami/istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba ).
2)       Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa. (Damayanti, 2012)
    Menurut (Damayanti dan iskandar, 2012) Konsep diri terdiri dari atas komponen – komponen berikut ini:
1)       Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
Hal – hal yang terkait dengan gambaran diri seperti fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh, tinggi badan, dan berat badan serta tanda – tanda pertumbuhan kelamin sekunder, menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, serta individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
2)       Ideal Diri (Self ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
Hal – hal yang terkait dengan ideal diri meliputi perkembangan awal terjadi pada masa kanak – kanak, terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman. Dipengaruhi oleh orang - orang  yang dipandang penting dalam memberi tuntunan dan harapan serta mewujudkan cita – cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial. Faktor – faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu menetapkan ideal diri sebatas kemampuan, faktor kultur dibandingkan dengan standar orang lain, hasrat melebihi orang lain, hasrat untuk berhasil, hasrat memenuhi kebutuhan realistik, hasrat menghindari kegagalan, dan adanya perasaan cemas dan ideal diri.


3)       Identitas Diri (Self identifity)
Identitas pribadi adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, keunikan individu. Pembentukan identitas dimulai  pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja. Menurut Sunaryo (2004) identitas diri merupakan kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal – hal penting yang terkait dengan identitas diri, yaitu:
a)      Berkembang sejak masa kanak – kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri
b)      Individu yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik, dan tidak ada duanya.
c)      Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi
d)      Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki – laki dan perempuan serta banyak dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat.
e)      Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri kemampuan, dan penguasaan diri.
f)       Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
4)       Peran diri (Self Role)
Menurut Stuart (2006), peran diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Menurut Sunaryo (2004), peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan individu disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan posisinya.
Hal – hal penting terkait dengan peran diri, yaitu:
a)    Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri
b)    Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan harga diri yang tinggi atau sebaliknya.
c)    Posisi individu di masyarakat dapat menajdi stresor terhadap peran.
d)    Stress peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntunan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
e)    Stress peran, terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak atau berlebih.
5)       Harga diri (Self Esstem)
Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kelelahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Suart, 2006).
b.    Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep – diri seseorang. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya (Yosep, 2009).
Menurut Stuart (2006), faktor – faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut:
1)    Faktor predisposisi
a)    Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b)    Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender, tuntunan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c)    Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
2)    Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba – tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
3)    Perilaku
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah salah satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan kerancuan identitas seperti sifat kepribadian yang bertentangan serta depersonalisis (Stuart, 2006).
c.    Jenis-jenis Skizofrenia
Menurut (maramis, 2004) skizofrenia dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain:
1)    Skizofrenia Simpleks
Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat”.
2)    Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini waham dan halusinasi banyak sekali
3)    Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
a)  Stupor Katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
b)  Gaduh Gelisah Katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.

4)    Paranoid
Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit. Hebefrenia dan katatonik sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonik. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan
5)    Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah. Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya. Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah satu jenis skizofrenia yang lainnya,
6)    Skizofrenia Residual
Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
7)    Skizofrenia Skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan
d.    Manifestasi Klinis
1)    Gejala episode akut dari skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan, halusinasi (terutama mendengar suara-suara bisikan), delusi (keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita), ide-ide karena pengaruh luar (tindakannya dilakukan oleh pengaruh dari luar dirinya), proses berfikir yang tidak berurutan (asosiasi longgar), ambiven (pemikiran yang saling bertentangan), datar, tidak tepat atau efek yang labil, autisme (menarik diri, dari lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya), tidak mau bekerja sama, menyukai hal-hal yang dapat menimbulkan konflik pada lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal maupun fisik kepada orang lain, tidak merawat diri sendiri, dan gangguan tidur maupun nafsu makan.
2)    Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia mempunyai gejala-gejala sisa (cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak mampu memutuskan sesuatu, menarik diri dari hubungan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sulit untuk belajar dari pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri) (Yuliana Elin, 2009) dalam buku (Direja,2011)






2.   Harga Diri Rendah
a.    Pengertian
Beberapa ahli mendefinisikan tentang konsep diri sebagai berikut:
Konsep diri sebagai keseluruhan ide, pikiran, kepercayaan dan keyakinan yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu tersebut dalam berhubungan dengan orang lain. Termasuk disini adalah persepsi individu terhadap dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai – nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan, serta keinginannya (Struart Dan Laraia, 2005).
Gangguan konsep diri adalah orang – orang dengan konsep  diri yang tidak sehat menyatakan perasaan tidak berharga, perasaan dibenci, dan selalu merasakan kesedihan yang mendalam adalah orang – orang dengan konsep  diri yang tidak sehat menyatakan perasaan tidak berharga, perasaan dibenci, dan selalu merasakan kesedihan yang mendalam dan juga mudah putus asa. Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya sendiri merupakan gambaran tentang diri dan gabungan kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Konsep diri juga merupakan representasi psikis individu pusat dari “Aku” yang dikelilingi dengan semua persepsi dan pengalaman yang terorganisir (Patter dan Perry 2005).
Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang tentang dirinya. Dapat disimpulkan, Konsep diri merupakan askep krtikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang       positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan, intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaftif.
Menurut (Damayanti dan iskandar, 2012) Konsep diri terdiri dari atas komponen – komponen berikut ini:
1)    Citra tubuh (body imagge)
Citra tubuh (body image) adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
Hal – hal penting terkait dengan gambaran diri seperti fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh, tinggi badan, dan berat badan serta tanda- tanda pertumbuhan kelamin sekunder, menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, serta individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
2)    Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi , tujuan, atau nilai – nilai peersonal tertentu. Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
Hal – hal yang terkait dengan ideal diri meliputi perkembangan awal terjadi pada masa kanak – kanak, terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman. Dipengaruhi oleh orang – orang yang dipandang penting dalam memberi tuntunan dan harapan serta mewujudkan cita – cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu menetapkan ideal diri sebatas kemampuan, faktor kultur dibandingkan dengan standar orang lain, hasrat melebihi orang lain, hasrat untuk berhasil, hasrat memenuhi kebutuhan realistik, hasrat menghindari kegagalan, dan adanya perasaan cemas ideal diri.
3)    Indentitas Diri (Self Identifity)
Identitas pribadi adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja. Menurut  Sunaryo (2004) identitas diri merupakan kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Menurut (Damayanti & Iskandar, 2012) Hal – hal penting yang terkait dengan identitas diri, yaitu:
a)    Berkembang sejak masa kanak – kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri.
b)    Individu yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
c)    Indentitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.
d)    Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki – laki dan perempuan serta banyak dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat.
e)    Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri kemampuan, dan penguasaan diri.
f)     Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
4)    Peran diri ( Self Role)
Menurut stuart (2006), peran diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Menurut Sunaryo (2004), peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan individu berdasarkan posisinya dimasyarakat. Setiap individu disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan posisinya. Hal – hal penting terkait dengan peran diri, yaitu:
a)    Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.
b)    Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri menghasilkan harga diri yang tinggi atau sebaliknya.
c)    Posisi individu di masyarakat dapat menjadi stressor terhadap peran
d)    Stress peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntunan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
e)    Stress peran, terdiri dari konflik peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak atau berlebih
5)    Harga diri (Self Esteem)
Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga (Stuart, 2006).
Menurut Sunaryo (2004) aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).
Konsep diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu dirinya dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman untuk seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. (Suart, G.W. 2007)
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima dilingkunga dan gambaran – gambaran negatif tentang dirinya. Self esteem is a felling of self acceptance and positive self image. Pengertian lain mengemukakan bahwa harga diri rendah adalah menolak dirinya sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita – cita (Barry dalam  Yosep, 2011).
Menurut Damayanti & Iskandar  (2012) gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:
a)    Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba – tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami/istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba ).
b)    Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaftif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan /atau orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas (Iskandar, 2012).
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan di pertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan) (Carpenito, 2000). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000, dalam Direja, 2011).
Dari kedua pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan diri yang negatif yang berkelanjutan atau dalam waktu lama, dimana dapat mengakibatkan respon maladaptif pada klien gangguan jiwa.
b.    Rentang respon

 



Respon Adaftif                                                                  Respon Maladaftif
                                                                                                                                                 Aktualisasi diri      konsep diri                 Harga diri          Kerancuan         Depersonalisasi
Gambar.1.Rentang respon konsep – diri
(Stuart G.W, 2006)

                                      positif               rendah                identitas

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga diri, penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan / atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas.
Kerancuan Identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintergrasikan berbagai indentitas masa kanak – kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya.  Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
c.    Etiologi  
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep – diri seseorang. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab  terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya (Yosep, 2009).
Menurut stuart (2006) faktor – faktor yangn mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi factor predisposisi dan factor presipitasi sebagai berikut:
1)    Faktor Predisposisi
a)    Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b)    Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype peran gender, tuntunan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c)    Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
2)    Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan / bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep situasional karena trauma yang muncul secara tiba – tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat di rumah sakit biasa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
3)    Perilaku
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah salah satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan kerancuan identitas seperti sifat kepribadian yang bertentangan serta depersonalisasi. (Stuart, 2006).







d.    Pohon masalah
Effect resiko tinggi perilaku kekerasan
 


Perubahan persepsi sensori : halusinasi
 


Isolasi sosial


Harga diri rendah kronik
 


Koping individu tidak efektif
Gambar. 2. Pohon masalah harga diri rendah menurut Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa (Direja, 2011)
e.    Tanda dan gejala
Fitria (2009), Menurut Direja, 2011 dalam buku ajar asuhan keperawatan jiwa  tanda dan gejala harga diri rendah adalah sebagai berikut :
1)    Mengkritik diri sendiri
2)    Perasaan tidak mampu
3)    Pandang hidup yang pesimistis
4)    Tidak menerima pujian
5)    Penurunan produktifitas
6)    Penolakan terhadap kemampuan diri
7)    Kurang memperhatikan perawatan diri
8)    Berpakaian tidak rapi selera makan berkurang tidak berani menatap lawan bicara
9)    Lebih banyak menunduk
10) Bicara lambat dengan nada suara lemah
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurangnya memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah.
f.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam buku ajar asuhan keperawatan jiwa (Direja, 2011)
1)    EEG (Electro Ensefalo Grafik) adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
2)    CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3)    Spect (Single Photon Emission Computed Tomography) melihat wilayah otak dan tanda – tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan  aliran darah yang terjadi.
4)    MRI (Magnetic Reconance Imaging)
Memberikan gambaran otak tiga dimensi, dapat diperhatikan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal rata-rata atrofi lobus temporal (terutama hipotalamus, hirus parahipokampus dan ginus temporal superior.


g.    Komplikasi
Apabila masalah harga diri rendah tidak tidak ditangani segera, klien akan selalu tidak percaya dan selalu mempunyai pikiran negatif baik pada diri sendiri dan orang lain. Akan cenderung menyendiri dan mengisolasi diri dari lingkungan, aktifitas yang menurun dan sebagainya. Jika isolasi sosial sudah mendominasi kehidupan klien, maka aktifitas klien hanya duduk sendiri, melamun sehingga jika dibiarkan dalam kurun waktu yang panjang maka isolasi sosial dapat berlanjut menjadi gangguan sensorik persepsi : Halusinasi
h.    Batasan karakteristik
Batasan karakteristik menurut Nanda – I (2012), yaitu:
1)    Bergantung pada pendapat orang lain
2)    Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
3)    Melebih – lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
4)    Secara berlebihan mencari penguatan
5)    Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup
6)    Enggan mencoba situasi baru
7)    Perilaku bimbang
8)    Kontak mata kurang
9)    Perilaku tidak asertif
10) Sering kali mencari penegasan
11) Pasif
12) Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
13) Ekspresi rasa bersalah
14) Ekspresi rasa malu
A.   Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
a.    Identitas Klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, asal suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan, tanggal MRS (masuk rumah sakit) dan nama orang tua serta pekerjaan orang tua.
b.    Alasan Masuk
Mengkaji alasan klien dibawa ke rumah sakit serta upaya apa yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah klien.
c.    Faktor Predisposisi
1)  Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal, dan limbik.
2)  Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
3)  Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
4)  Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halus nogenik neuro kimia seperti Buffofenon dan Dimety transferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya neuro transmiter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetycholin dan Dopamin.
5)  Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab, mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Selain itu seseorang yang pencemas, over protektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat, konflik perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.
6)  Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia juga.
d.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah mengkaji tanda – tanda vital, suhu, nadi, respirasi dan ukur BB.
e.    Faktor Presipitasi
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan harga diri rendah kronik adalah:
1)  Biologis
Stresor biologis yang berespon neurobiologis maladaptif meliputi : gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan  untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)  Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3)  Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
f.     Status Mental
1)     Mengobservasi penampilan klien meliputi: penampilan tidak rapi, penggunaan pakaian, cara berpakaian.
2)     Mengobservasi pembicaraan meliputi: pembicaraan cepat, keras, gagap, membisu, lambat, apatis, pembicaraan berpindah-pindah.
3)     Mengobservasi aktivitas motorik meliputi: lesu, tegang, gelisah, tremor.
4)     Mengobservasi alam perasaan meliputi: sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
5)     Mengobservasi afek meliputi: datar, tumpul, labil, emosi tidak sesuai.
6)     Mengobservasi interaksi selama wawancara meliputi: bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, defensif, curiga.
7)     Mengkaji persepsi meliputi: jenis harga diri rendah kronik, isi harga diri rendah kronik, frekuensi, dan perasaan klien terhadap harga diri rendah kronik.
8)     Mengobservasi proses pikir meliputi: pembicaraan klien yang berbelit-belit, tidak logis, memotong pembicaraan, pembicaraan diulang-ulang.
9)     Mengobservasi kemampuan penilaian dalam pengambilan keputusan.
10)  Mengobservasi daya tilik diri terhadap penyakit.
g.    Penilaian Stresor
Studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala menimbulkan bahwa stres, penilaian individu terhadap stresor, dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala. Model diathesis stres menjelaskan bahwa gejala skizofrenia muncul berdasarkan hubunganan stres yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap stres internal.
h.    Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor berlebihanya informasi pada saraf yang menerima dan memproses inflamasi di thalamus frontal otak.
i.      Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi.
j.      Masalah Psikososial dan Lingkungan
Mengkaji apakah klien mengalami masalah dalam dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi dan pelayanan kesehatan.

k.    Aspek Medik
Menuliskan diagnosis medis klien yang telah dirumuskan oleh dokter dan obat yang harus diminum klien.
l.      Kebutuhan Persiapan Pulang
Mengobservasi kemampuan klien saat makan, defekasi, berpakaian, mandi, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam rumah dan diluar rumah.
2.   Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul (menurut Direja, 2011)
a.    Harga diri rendah kronik
b.    Koping individu tidak efektif
c.    Isolasi sosial
d.    Perubahan persepsi sensori: halusinasi
e.    Risiko tinggi perilaku kekerasan
f.     Defisit perawatan diri
3.   Intervensi
Menurut Buku Asuhan Keperawatan Jiwa Tahun (2012) rencana tindakan keperawatan Skizofrenia dengan: Harga diri rendah kronik, antara lain:
a.    Rencana tindakan keperawatan untuk pasien dengan: Harga diri rendah kronik



Tabel 2. Intervensi Keperawatan (Damayanti dan Iskandar, 2012)
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
Klien dapat membina hubungan saling percaya






















Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan didapatkan kriteria hasil:
Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.







1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
a.  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menempati janji.
f.   Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan. kebutuhan dasar klien.
h. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya




















Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.





Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki:
a. Kemampuan yang dimiliki klien
b. Aspek positif keluarga
c. Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien


1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif.
3. Utamakan memberi pujian yang realistik.

Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuhan keperawatan.
Reinforcement positif akan meningkat harga diri.
Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapat pujian.
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan








Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan











Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan


Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasat untuk berubah.
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki dari motivasi untuk tetap mempertahankan penggunaan-nya.
Klien dapat (menetapkan) kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Klien membuat rencana kegiatan harian
1. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan:
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan sebagian
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan moral
2. Tingkatan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusi kemungkinan pelaksanaan dirumah

Memberikan kesempatan kepada klien mandiri rumah.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah kronik
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri dirumah.
Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien dirumah

Tabel 3.Rencana Keperawatan Harga Diri Rendah  Dalam Bentuk Strategi Pelaksanaan (Fajariyah, 2012)
PASIEN
KELUARGA
SP I p
1.     Bina hubungan saling percaya
2.     Mengidentifikasi kemampuan  dan aspek positif yang dimiliki pasien
3.     Membantu pasien  menilai kemampuan pasien  yang masih dapat digunakan
4.     Membantu pasien memilih atau menetapkan kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
5.     Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
6.     Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
7.     Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP II p
1.     Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.     Melatih kemampuan kedua
3.     Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP I k
1.     Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien dirumah
2.     Menjelaskan pengertian harga diri rendah, tanda dan gejala, serta proses terjadinya harga diri rendah
3.     Menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
SP II k
1.     Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
SP III k
1. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien harga diri rendah
SP IV k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning).
Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

4.    Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Keliat, 2006).
5.    Evaluasi
Eavluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus - menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dillaksanakan (Keliat, 2006). Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut :
S   :   Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O   :   Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A   :   Analisa data atas subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul masalah baru atau data – data  yang kontra indikasi dengan masalah yang ada.
P   :   Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien