1.
Pengertian
Isolasi Sosial
Isolasi sosial merupakan upaya
menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara
spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak
ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2008).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian
yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang
lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (Nanda-1, 2012).
Dari beberapa pengertian di atas dapat di
simpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
gangguan kejiwaan dan menjadikan dirinya merasa tersisihkan, tidak mampu
berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya sehingga sulit untuk diajak bicara
dan senang menyendiri.
2.
Etiologi
Menurut Direja (2011), terjadinya
gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri,
tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini
dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari
terabaikan.
a.
Faktor
Predisposisi
1)
Faktor
tumbuh kembang
Pada
setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tahap Perkembangan
|
Tugas
|
Masa bayi
|
Menetapkan
rasa percaya
|
Masa bermain
|
Mengembangkan
otonomi dan awal perilaku mandiri
|
Masa pra sekolah
|
Belajar
menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
|
Masa sekolah
|
Belajar
berkompetisi, bekerjasama, dan berkompromi
|
Masa pra remaja
|
Menjalin
hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
|
Masa remaja
|
Menjadi
intim dengan teman lawan jenis atau bergantung
|
Masa dewasa muda
|
Menjadi
saling bergantung antara oang tua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai
anak
|
Masa tengah baya
|
Belajar
menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
|
Masa dewasa tua
|
Berduka
karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya
|
Tabel
1
Sumber : Stuart dan Sundeen (1995),
hlm.346 dikutip dalam fitria(2009)
2)
Faktor
komunikasi dalam keluarga
Gangguan
komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi
sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
3)
Faktor
sosial budaya
Isolasi
sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4)
Faktor
biologis
Faktor
biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
b.
Faktor
Presipitasi
Terjadinya
gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1)
Faktor
eksternal
Contohnya
adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial
budaya seperti keluarga.
2)
Faktor
internal
Contohnya
adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan
yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
3.
Tanda
dan Gejala
Berikut
ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial, (Direja, 2011) :
a.
Kurang
spontan
b.
Apatis
(acuh terhadap lingkungan)
c.
Ekspresi
wajah kurang berseri
d.
Tidak
merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e.
Tidak
ada atau kurang komunikasi verbal
f.
Mengisolasi
diri
g.
Tidak
atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h.
Asupan
makanan dan minuman terganggu
i.
Retensi
urin dan feses
j.
Aktivitas
menurun
k.
Kurang
energy (tenaga)
l.
Rendah
diri
m.
Postur
tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan
karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk
berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,
maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori, halusinasi dan resiko
menciderai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan
orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa
berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri
rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam
hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu
tidak efektif). Peran keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping
keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri
rendah.
4.
Rentang
Respon
Rentang
respon isolasi sosial
Respon adaptif Respon
maladaptif
|
|
|
||||||
Gambar
1
Sumber : Townsend dalam Fitria (2009, hlm. 126)
Berikut
ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :
a.
Respons
Adaptif
Rentang
respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudyaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap
yang termasuk respons adaptif.
1)
Menyendiri
: respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi
dilingkungan sosialnya.
2)
Otonomi
: suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.
3)
Bekerjasama
: kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4)
Interdependen
: saling ketergantungan antara individu dan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
b.
Respon
Maladaptif
Respon
maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan
disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif :
1)
Menarik
diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
2)
Ketergantungan:
seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain.
3)
Manipulasi:
seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4)
Curiga:
seseorang gagal mengembangkan percaya terhadap orang lain.
5.
Pohon
Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan sensori
persepsi: halusinasi
Defisit perawatan diri
|
||||
intoleransi aktivitas
Harga
diri rendah kronis
Koping individu tidak
efektif Koping keluarga
tidak efektif
Gambar
2
Sumber : Fitria (2009)
6.
Batasan
Karakteristik Isolasi Sosial
Batasan
karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut Nanda - I, (2012), dibagi menjadi
dua, yaitu Objektif dan Subjektif :
a.
Objektif
1)
Tidak
ada dukungan orang yang dianggap penting
2)
Perilaku
yang tidak sesuai dengan perkembangan
3)
Efek
tumpul
4)
Bukti
kecacatan
5)
Ada
di dalam subkultur
6)
Sakit
7)
Tindakan
tidak berarti
8)
Tidak
ada kontak mata
9)
Dipenuhi
dengan pikiran sendiri
10) Menunjukkan permusuhan
11) Tindakan berulang
12) Efek sedih
13) Ingin sendirian
14) Tidak komunikatif
15) Menarik diri
b.
Subjektif
1)
Minat
yang tidak sesuai dengan perkembangan
2)
Mengalami
perasan berbeda dari orang lain
3)
Ketidak
mampuan memenuhi harapan orang lain
4)
Tidak
percaya diri saat berhadapan dengan publik
5)
Mengungkapkan
perasaan yang didorong oleh orang lain
6)
Mengungkapkan
perasaan penolakan
7)
Mengungkapkan
tujuan hidup yang tidak adekuat
8)
Mengungkapkan
nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang dominan
7.
Komplikasi
Klien
dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa
lalu primitive antara lain pembicaraan yan autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan
sensori persepsi : halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan akttivitas sehingga dapat menyebabkan defisit
perawatan diri (Dalami, 2009).
8.
Penatalaksanaan
a.
Therapy
Farmakologi
Electri Convulsive Therapi, (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock
listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien
gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
b.
Therapy
Kelompok
Therapy
kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal.
c.
Therapy
Lingkungan
Manusia
tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi
seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang
(Dermawan, Deden 2013)
B. Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Tiap
individu mempunyai potensi untuk terlibat berhubungan sosial sebagai tingkat
hubungan yaitu hubungan intim dan hubungan saling ketergantungan dalam
menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Pada pengkajian
klien-klien sulit diajak berbicara, pendiam, suka melamun dan menyendiri di
sudut-sudut.
Pemutusan
proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan individu terhadap pasien
hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran peserta respon lingkungan yang
negatif, kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya pada orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat menggunakan wawancara dan
observasi kepada pasien dan keluarga (Dermawan, Deden 2013).
a.
Faktor
Predisposisi
1)
Fakor
Tumbuh Kembang
Pada
setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
2)
Faktor
Biologis
Faktor
biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
3)
Faktor
Sosial Budaya
Isolasi
sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4)
Faktor
Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan
komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi
sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
b.
Stressor
Presipitasi
Stessor
presipitasi pada umumnya mencakup kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas. Stessor presipitasi dapat dikelompokkan dalam
dua kategori :
1)
Stressor
sosial budaya
Stress
dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain dan faktor keluarga seperti
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
2)
Stressor
psikologis
Tingkat
kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (isolasi sosial).
c.
Perilaku
Adapun
perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis
(kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi
sedih), afek tumpul. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan
klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan
diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses, aktivitas
menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur,
menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
d.
Sumber
Koping
Sumber
koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk : keterlibatan
dalam hubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman, menggunakan
kreativitas unuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik,
atau tulisan.
e.
Mekanisme
Defensif
Mekanisme
yang digunakan sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian
nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan apada isolasi
sosial adalah regresi, represi, dan isolasi.
1)
Regresi
adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lalu.
2)
Represi
adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima, secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3)
Isolasi
adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antara
sikap dan perilaku.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial
pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat berkompeten untuk mengatasinya
(Perry & Potter, 2005).
Menurut
Direja (2011), masalah keperawatan yang mungkin muncul pada isolasi sosial
adalah sebagai berikut :
1)
Isolasi
sosial
3.
Intervensi
Menurut
Direja (2011), tujuan dan tindakan/ intervensi pada pasien isolasi sosial
adalah :
a. Isolasi
sosial
Tujuan
Pasien mampu :
1.
Menyadari
penyebab isolasi sosial
2.
Berinteraksi
dengan orang lain
Kriteria
hasil SP (Strategi Pelaksanaan) 1 :
Setelah
dilakukan beberapa kali pertemuan, pasien mampu :
a)
Membina
hubungan saling percaya.
b)
Menyadari
penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.
c)
Melakukan
interaksi dengan orang lain secara bertahap
SP
1
1.
Identifikasi
penyebab
a)
Siapa
yang satu rumah dengan pasien
b)
Siapa
yang dekat dengan pasien
c)
Siapa
yang tidak dekat dengan pasien
2.
Tanyakan
keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
a)
Tanyakan
pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b)
Tanyakan
apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
c)
Diskusikan
keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
d)
Diskusikan
kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
e)
Jelaskan
pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
3.
Latih
berkenalan
a)
Jelaskan
kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b)
Berikan
contoh cara berinteraksi dengan orang lain
c)
Beri
kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan perawat
d)
Mulailah
bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
e)
Bila
pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4
orang dan seterusnya
f)
Beri
pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
g)
Siap
mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain,
mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan
terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya
4.
Masukan
jadwal kegiatan pasien
SP 2
1.
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP 1)
2.
Latih
berhubungan sosial secara bertahap
3.
Masukan
dalam jadwal kegiatan pasien
SP
3
1.
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2.
Latih
cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
3.
Masukan
dalam jadwal kegiatan pasien
Tujuan untuk keluarga
Keluarga
mampu :
Merawat
pasien dengan isolasi sosial di rumah
Kriteria
Hasil SP 1 :
Setelah
dilakukan beberapa kali pertemuan, keluarga mampu menjelaskan tentang :
a)
Masalah
isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
b)
Penyebab
isolasi sosial
c)
Sikap
keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya
d)
Pengobatan
yang berkelanjutan dengan mencegah putus obat.
e)
Tempat
rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
SP
1 :
1.
Identifikasi
masalah yang dihadapi dalam merawat pasien
2.
Penjelasan
isolasi sosial
3.
Cara
merawat pasien isolasi sosial
4.
Latih
(stimulasi)
5.
RTL
keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 2 :
1.
Evaluasi
kemampuan SP 1
2.
Latih
(langsung ke pasien)
3.
RTL
keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 3 :
1.
Evaluasi
kemampuan SP 1
2.
Latih
(langsung ke pasien)
3.
RTL
keluarga/jadwal keluarga untuk merawaat pasien
SP 4 :
1.
Evaluasi
kemampuan keluarga
2.
Evaluasi
kemampuan pasien
3.
Rencana
tindak lanjut keluarga
-Follow
up
-rujukan
4.
Implementasi
Implementasi dikategorikan dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari askep yang dilakukan dan diselesaikan (Perry &
Potter, 2005).
Menurut Keliat (2006), implementasi
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan
memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam klien
beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya
antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
Menurut Stuart (2007), implementasi
pada pasien yang mengalami isolasi sosial mencakup :
1)
Membina
hubungan saling percaya
2)
Melibatkan
keluarga untuk meningkatkan dan mempertahankan perubahan positif
3)
Menyediakan
lingkungan terapeutik yang difokuskan pada harapan yang realistis, melibatkan
pasien dalam pengambilan keputusan, dan memproses perilaku interaksional dalam
situasi saat ini
4)
Menetapkan
batasan dan memberikan struktur
5)
Melindungi
pasien dari perilaku membahayakan diri
6)
Memfokuskan
pada kekuatan pasien
7)
Mengimplementasikan
kontrak dan strategi kognitif-perilaku lain.
5.
Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses
keperawatan adalah mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan (Perry & Potter, 2005).
Adapun hasil evaluasi yang efektif
pada implementasi keperawatan dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut :
1)
Pasien
dapat membina hubungan saling percaya
2)
Pasien
dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
3)
Pasien
dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian dari isolasi sosial
4)
Pasien
dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Evaluasi dilakukan dengan berfokus
pada perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga
juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting.
a.
Apakah
klien dapat mengenal apa itu isolasi sosial, situasi, waktu dan frekuensi
isolasi sosial.
b.
Apakah
klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika isolasi sosial muncul.
c.
Apakah
klien dapat mengontrol isolasi sosialnya dengan menggunakan empat cara baru,
yaitu : menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap, melaksanakan
aktivitas yang terjadwal dan patuh minum obat.
d.
Apakah
klien dapat mengungkapkan perasaannya mempraktikkan empat cara mengontrol isolasi
sosial
e.
Apakah
klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau keluarganya untuk mengontrol
isolasi sosialnya
f.
Apakah
klien dapat mematuhi untuk minum obat
g.
Apakah
keluarga mampu menjelaskan masalah isolasi sosial yang dialami oleh pasien
h.
Apakah
keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah
i.
Apakah
keluarga mampu melaporkan keberhasilan merawat pasien di rumah.
No comments:
Post a Comment