1.
Skizofrenia
a. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu gangguan
jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan
realitas (halusinasi
atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu
berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktifitas sehari – hari (Keliat,
2011). Skizofrenia
adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran,
persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2008).
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada
proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi
kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi – bagi
sehingga timbul inkoherensi (Direja, 2011). Jadi dari ketiga pengertian
skizofrenia diatas dapat disimpulkan bahwa suatu penyakit yang mempengaruhi
otak sebagai bentuk dari psikosa fungsional, menyebabkan timbulnya pikiran,
persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu serta disharmoni
(keretakan pribadi) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi,
asosiasi terbagi – bagi sehingga timbul inkoherensi.
Harga
diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep,
2009).
Gangguan
harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:
1) Situatioanal,
yaitu terjadi terutama yang tiba – tiba, misalnya harus operasi,kecelakaan,dicerai
suami/istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba ).
2) Kronik,
yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa. (Damayanti, 2012)
Menurut (Damayanti
dan iskandar, 2012) Konsep
diri terdiri dari atas komponen – komponen berikut ini:
1) Citra
tubuh (Body Image)
Citra
tubuh (Body Image) adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan
sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh
dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
Hal
– hal yang terkait dengan gambaran diri seperti fokus individu terhadap fisik
lebih menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh, tinggi badan, dan berat badan
serta tanda – tanda pertumbuhan kelamin sekunder, menjadi gambaran diri, cara
individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, gambaran
yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa
aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, serta individu
yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat
mendorong sukses dalam kehidupan.
2) Ideal
Diri (Self ideal)
Ideal
diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Sering
juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri
sendiri.
Hal
– hal yang terkait dengan ideal diri meliputi perkembangan awal terjadi pada
masa kanak – kanak, terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi
terhadap orang tua, guru, dan teman. Dipengaruhi oleh orang - orang yang dipandang penting dalam memberi tuntunan
dan harapan serta mewujudkan cita – cita dan harapan pribadi berdasarkan norma
keluarga dan sosial. Faktor – faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu
menetapkan ideal diri sebatas kemampuan, faktor kultur dibandingkan dengan
standar orang lain, hasrat melebihi orang lain, hasrat untuk berhasil, hasrat
memenuhi kebutuhan realistik, hasrat menghindari kegagalan, dan adanya perasaan
cemas dan ideal diri.
3) Identitas
Diri (Self identifity)
Identitas
pribadi adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, keunikan individu. Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan
terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa
remaja. Menurut Sunaryo (2004) identitas diri merupakan kesadaran akan diri
pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua
aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal – hal penting yang
terkait dengan identitas diri, yaitu:
a) Berkembang
sejak masa kanak – kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri
b) Individu
yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak sama
dengan orang lain, unik, dan tidak ada duanya.
c) Identitas
jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi
d) Identitas
jenis kelamin dimulai dengan konsep laki – laki dan perempuan serta banyak
dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat.
e) Kemandirian
timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri kemampuan, dan penguasaan
diri.
f) Individu
yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
4) Peran
diri (Self Role)
Menurut
Stuart (2006),
peran diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan
sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran
yang diterapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai
pilihan. Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu.
Menurut Sunaryo (2004), peran diri adalah pola
perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan
individu disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan posisinya.
Hal – hal penting
terkait dengan peran diri, yaitu:
a) Peran
dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri
b) Peran
yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan harga diri yang
tinggi atau sebaliknya.
c) Posisi
individu di masyarakat dapat menajdi stresor terhadap peran.
d) Stress
peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntunan
posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
e) Stress
peran, terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak
sesuai, dan peran yang terlalu banyak atau berlebih.
5) Harga
diri (Self Esstem)
Harga
diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kelelahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan
berharga (Suart, 2006).
b.
Etiologi
Berbagai
faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep – diri seseorang. Dalam
tinjauan life span history klien,
penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan,
jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja
keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Harga
diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya (Yosep, 2009).
Menurut
Stuart (2006), faktor – faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik
meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut:
1) Faktor
predisposisi
a) Faktor
yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b) Faktor
yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe
peran gender, tuntunan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c) Faktor
yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
2) Faktor
presipitasi
Menurut Yosep (2009),
faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas
yang menurun. Secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma
yang muncul secara tiba – tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan
atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri
rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat
klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum
sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat
saat dirawat.
3) Perilaku
Pengumpulan data yang
dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan dapat diamati serta
perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien sendiri. Perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah salah satunya mengkritik diri sendiri,
sedangkan kerancuan identitas seperti sifat kepribadian yang bertentangan serta
depersonalisis (Stuart, 2006).
c. Jenis-jenis Skizofrenia
Menurut (maramis, 2004) skizofrenia dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama
antara lain:
1)
Skizofrenia Simpleks
Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala
utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara
perlahan. Pada
permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada
akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan
mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat”.
2)
Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia hebefrenik atau
disebut juga hebefrenia, permulaannya perlahan-lahan
dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang
menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat pada jenis ini waham dan halusinasi banyak sekali
3)
Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia katatonik atau
disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor
katatonik.
a) Stupor Katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan
perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara
tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan
mulai berbicara dan bergerak.
b)
Gaduh
Gelisah Katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi
yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.
4)
Paranoid
Jenis
ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit. Hebefrenia dan katatonik
sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia
dan katatonik. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya
agak konstan
5)
Episode Skizofrenia Akut
Gejala
skizofrenia ini timbul mendadak
sekali dan pasien seperti keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam
keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah.
Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya. Prognosisnya baik dalam
waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah
baik. Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul
gejala-gejala salah satu jenis skizofrenia
yang lainnya,
6)
Skizofrenia Residual
Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan
gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
7)
Skizofrenia Skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala
skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau
gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek,
tetapi mungkin juga timbul lagi serangan
d.
Manifestasi
Klinis
1)
Gejala episode akut dari skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan
antara khayalan dan kenyataan, halusinasi (terutama mendengar suara-suara
bisikan), delusi (keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita),
ide-ide karena pengaruh luar (tindakannya dilakukan oleh pengaruh dari luar
dirinya), proses berfikir yang tidak berurutan (asosiasi longgar), ambiven
(pemikiran yang saling bertentangan), datar, tidak tepat atau efek yang labil,
autisme (menarik diri, dari lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya),
tidak mau bekerja sama, menyukai hal-hal yang dapat menimbulkan konflik pada
lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal maupun fisik
kepada orang lain, tidak merawat diri sendiri, dan gangguan tidur maupun nafsu
makan.
2)
Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia
mempunyai gejala-gejala sisa (cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian
berkurang, tidak mampu memutuskan sesuatu, menarik diri dari hubungan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sulit untuk belajar dari pengalaman
dan tidak bisa merawat diri sendiri) (Yuliana Elin, 2009) dalam buku
(Direja,2011)
2. Harga Diri
Rendah
a.
Pengertian
Beberapa
ahli mendefinisikan tentang konsep diri sebagai berikut:
Konsep diri sebagai keseluruhan
ide, pikiran, kepercayaan dan keyakinan yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu tersebut dalam
berhubungan dengan orang lain. Termasuk disini adalah persepsi individu
terhadap dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai –
nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan, serta keinginannya
(Struart Dan Laraia, 2005).
Gangguan
konsep diri adalah orang – orang dengan konsep
diri yang tidak sehat menyatakan perasaan tidak berharga, perasaan
dibenci, dan selalu merasakan kesedihan yang mendalam adalah orang – orang
dengan konsep diri yang tidak sehat
menyatakan perasaan tidak berharga, perasaan dibenci, dan selalu merasakan
kesedihan yang mendalam dan juga mudah putus asa. Konsep diri adalah
pengetahuan individu tentang dirinya sendiri merupakan gambaran tentang diri
dan gabungan kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi baik yang disadari
maupun yang tidak disadari. Konsep diri juga merupakan representasi psikis
individu pusat dari “Aku” yang dikelilingi dengan semua persepsi dan pengalaman
yang terorganisir (Patter dan Perry 2005).
Konsep
diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang
lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan
pandangan orang tentang dirinya. Dapat disimpulkan, Konsep diri merupakan askep
krtikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif
yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan, intelektual dan
penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan
individu dan sosial yang maladaftif.
Menurut (Damayanti
dan iskandar, 2012) Konsep diri terdiri dari atas komponen – komponen berikut
ini:
1) Citra
tubuh (body imagge)
Citra
tubuh (body image) adalah kumpulan
sikap individu yang disadari
dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa
lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh
dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
Hal
– hal penting terkait dengan gambaran diri seperti fokus individu terhadap fisik lebih
menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh, tinggi badan, dan berat badan serta
tanda- tanda pertumbuhan kelamin sekunder, menjadi gambaran diri, cara individu
memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, gambaran yang
realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman
dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, serta individu yang
stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong
sukses dalam kehidupan.
2) Ideal
Diri (Self Ideal)
Ideal
diri adalah persepsi individu
tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi ,
tujuan, atau nilai – nilai peersonal tertentu. Sering juga disebut bahwa ideal
diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
Hal
– hal yang terkait dengan ideal diri meliputi perkembangan awal terjadi pada
masa kanak – kanak, terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi
terhadap orang tua, guru, dan teman. Dipengaruhi oleh orang – orang yang
dipandang penting dalam memberi tuntunan dan harapan serta mewujudkan cita –
cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi ideal diri yaitu menetapkan ideal diri sebatas kemampuan, faktor
kultur dibandingkan dengan standar orang lain, hasrat melebihi orang lain,
hasrat untuk berhasil, hasrat memenuhi kebutuhan realistik, hasrat menghindari kegagalan,
dan adanya perasaan cemas ideal diri.
3) Indentitas
Diri (Self Identifity)
Identitas
pribadi adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja. Menurut
Sunaryo (2004) identitas diri merupakan kesadaran akan diri pribadi yang
bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep
diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Menurut
(Damayanti & Iskandar, 2012) Hal – hal penting yang terkait dengan
identitas diri, yaitu:
a) Berkembang
sejak masa kanak – kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri.
b) Individu
yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak sama
dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
c) Indentitas
jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.
d) Identitas
jenis kelamin dimulai dengan konsep laki – laki dan perempuan serta banyak
dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat.
e) Kemandirian
timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri kemampuan, dan
penguasaan diri.
f) Individu
yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
4) Peran
diri ( Self Role)
Menurut
stuart (2006), peran diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan
oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok
sosial. Peran yang diterapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak
mempunyai pilihan. Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih
oleh individu.
Menurut
Sunaryo (2004), peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi
yang diharapkan individu berdasarkan posisinya dimasyarakat. Setiap individu
disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan posisinya. Hal – hal
penting terkait dengan peran diri, yaitu:
a) Peran
dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.
b) Peran
yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri menghasilkan harga diri yang
tinggi atau sebaliknya.
c) Posisi
individu di masyarakat dapat menjadi stressor terhadap peran
d) Stress
peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntunan
posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
e) Stress
peran, terdiri dari konflik peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai,
dan peran yang terlalu banyak atau berlebih
5) Harga
diri (Self Esteem)
Harga
diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri
yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa
syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa
sebagai seseorang yang penting dan berharga (Stuart, 2006).
Menurut
Sunaryo (2004) aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi
orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain.
Harga
diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).
Konsep
diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu dirinya dan mempengaruhi hubungan dengan orang
lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman untuk seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan
dengan realitas dunia. (Suart, G.W. 2007)
Harga
diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima dilingkunga
dan gambaran – gambaran negatif tentang dirinya. Self esteem is a felling of self acceptance and positive self image.
Pengertian lain mengemukakan bahwa harga diri rendah adalah menolak dirinya
sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita – cita (Barry dalam Yosep, 2011).
Menurut
Damayanti & Iskandar (2012) gangguan
harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:
a) Situasional,
yaitu terjadi terutama yang tiba – tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami/istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba ).
b) Kronik,
yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon mal yang adaftif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
Harga
diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada
harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang
rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan /atau orang lain, gangguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta
menarik diri dari realitas (Iskandar, 2012).
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri
atau perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan di
pertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Harga diri rendah situasional
adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif
mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan) (Carpenito, 2000). Individu cenderung untuk menilai
dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000, dalam
Direja, 2011).
Dari kedua pengertian diatas peneliti menyimpulkan
bahwa harga diri
rendah adalah perasaan diri yang negatif yang berkelanjutan atau dalam waktu
lama, dimana dapat mengakibatkan respon maladaptif pada klien gangguan jiwa.
b. Rentang respon
|
Respon
Adaftif Respon
Maladaftif
Aktualisasi
diri konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi
Gambar.1.Rentang respon konsep –
diri
(Stuart G.W, 2006)
|
Aktualisasi
diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri
yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat
diterima.
Konsep
diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang
apa yang ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga diri,
penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan
menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.
Harga
diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap
dirinya sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak
berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang
berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan /
atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada
orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah,
perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara
sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas.
Kerancuan
Identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintergrasikan berbagai indentitas masa kanak – kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan
mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidakmampuan
untuk empati terhadap orang lain.
Depersonalisasi
merupakan suatu perasaan yang tidak realistis
dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya. Individu mengalami kesulitan untuk membedakan
dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan
asing baginya.
c. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya
perubahan dalam konsep – diri seseorang. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab
terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan,
jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja
keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah
muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya
(Yosep, 2009).
Menurut stuart (2006) faktor – faktor
yangn mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi factor predisposisi dan
factor presipitasi sebagai berikut:
1) Faktor
Predisposisi
a) Faktor
yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b) Faktor
yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype
peran gender, tuntunan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c) Faktor
yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
2) Faktor
presipitasi
Menurut
Yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan / bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep situasional karena
trauma yang muncul secara tiba – tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat di rumah sakit biasa menyebabkan
harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan
klien sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat
dirawat.
3) Perilaku
Pengumpulan
data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan dapat
diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien sendiri. Perilaku
yang berhubungan dengan harga diri rendah salah satunya mengkritik diri
sendiri, sedangkan kerancuan identitas seperti sifat kepribadian yang
bertentangan serta depersonalisasi. (Stuart, 2006).
d. Pohon
masalah
Effect
resiko tinggi perilaku kekerasan
Perubahan
persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronik
Koping individu tidak efektif
Gambar. 2. Pohon masalah
harga diri rendah menurut Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa (Direja, 2011)
e. Tanda
dan gejala
Fitria
(2009), Menurut Direja, 2011 dalam buku ajar asuhan keperawatan jiwa tanda dan gejala harga diri rendah adalah sebagai
berikut :
1)
Mengkritik diri sendiri
2)
Perasaan tidak mampu
3)
Pandang hidup yang pesimistis
4)
Tidak menerima pujian
5)
Penurunan produktifitas
6)
Penolakan terhadap kemampuan
diri
7)
Kurang memperhatikan
perawatan diri
8)
Berpakaian tidak rapi selera
makan berkurang tidak berani menatap lawan bicara
9)
Lebih banyak menunduk
10) Bicara
lambat dengan nada suara lemah
Selain
data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat dari kurangnya memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak
rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah.
f. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang
dalam buku ajar asuhan keperawatan jiwa (Direja, 2011)
1)
EEG (Electro Ensefalo Grafik) adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
2)
CT Scan, untuk mendapatkan
gambaran otak tiga dimensi
3)
Spect (Single Photon Emission Computed Tomography) melihat wilayah otak
dan tanda – tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan aliran darah yang terjadi.
4)
MRI (Magnetic Reconance Imaging)
Memberikan gambaran
otak tiga dimensi, dapat diperhatikan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal
rata-rata atrofi lobus temporal (terutama hipotalamus, hirus parahipokampus dan
ginus temporal superior.
g. Komplikasi
Apabila masalah harga diri rendah tidak
tidak ditangani segera, klien akan selalu tidak percaya dan selalu mempunyai
pikiran negatif baik pada diri sendiri dan orang lain. Akan cenderung
menyendiri dan mengisolasi diri dari lingkungan, aktifitas yang menurun dan
sebagainya. Jika isolasi sosial sudah mendominasi kehidupan klien, maka
aktifitas klien hanya duduk sendiri, melamun sehingga jika dibiarkan dalam
kurun waktu yang panjang maka isolasi sosial dapat berlanjut menjadi gangguan
sensorik persepsi : Halusinasi
h. Batasan
karakteristik
Batasan karakteristik
menurut Nanda – I (2012), yaitu:
1)
Bergantung pada pendapat
orang lain
2)
Evaluasi diri bahwa individu
tidak mampu menghadapi peristiwa
3)
Melebih – lebihkan umpan
balik negatif tentang diri sendiri
4)
Secara berlebihan mencari
penguatan
5)
Sering kali kurang berhasil
dalam peristiwa hidup
6)
Enggan mencoba situasi baru
7)
Perilaku bimbang
8)
Kontak mata kurang
9)
Perilaku tidak asertif
10) Sering
kali mencari penegasan
11) Pasif
12) Menolak
umpan balik positif tentang diri sendiri
13) Ekspresi
rasa bersalah
14) Ekspresi
rasa malu
A.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas Klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, asal suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan,
tanggal MRS (masuk rumah sakit) dan nama orang tua serta pekerjaan orang tua.
b.
Alasan Masuk
Mengkaji alasan klien dibawa ke rumah sakit serta upaya
apa yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah klien.
c.
Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal, dan limbik.
2) Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
individu tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri
dan lebih rentan terhadap stres adalah merupakan salah satu tugas perkembangan
yang terganggu.
3) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
4) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halus nogenik neuro kimia seperti Buffofenon dan Dimety transferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya neuro transmiter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan Acetycholin dan
Dopamin.
5) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab,
mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Selain itu seseorang yang
pencemas, over protektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat,
konflik perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan
individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Individu
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.
6) Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung akan
mengalami skizofrenia juga.
d.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang kita
lakukan adalah mengkaji tanda – tanda vital, suhu, nadi, respirasi dan ukur BB.
e.
Faktor Presipitasi
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut
Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan harga diri rendah kronik
adalah:
1) Biologis
Stresor biologis yang
berespon neurobiologis maladaptif meliputi : gangguan dalam komunikasi dan
putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stres Lingkungan
Ambang toleransi
terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu Gejala
Pemicu merupakan
prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu
yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan
dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
f.
Status Mental
1)
Mengobservasi penampilan klien meliputi: penampilan tidak rapi, penggunaan
pakaian, cara berpakaian.
2)
Mengobservasi pembicaraan meliputi: pembicaraan cepat, keras, gagap,
membisu, lambat, apatis, pembicaraan berpindah-pindah.
3)
Mengobservasi aktivitas motorik meliputi: lesu, tegang, gelisah, tremor.
4)
Mengobservasi alam perasaan meliputi: sedih, putus asa, gembira,
ketakutan, khawatir.
5)
Mengobservasi afek meliputi: datar, tumpul, labil, emosi tidak sesuai.
6)
Mengobservasi interaksi selama wawancara meliputi: bermusuhan, tidak
kooperatif, mudah tersinggung, defensif, curiga.
7)
Mengkaji persepsi meliputi: jenis harga diri rendah kronik, isi harga
diri rendah kronik, frekuensi, dan perasaan klien terhadap harga diri rendah
kronik.
8)
Mengobservasi proses pikir meliputi: pembicaraan klien yang
berbelit-belit, tidak logis, memotong pembicaraan, pembicaraan diulang-ulang.
9)
Mengobservasi kemampuan penilaian dalam pengambilan keputusan.
10) Mengobservasi daya tilik diri terhadap
penyakit.
g.
Penilaian Stresor
Studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala
menimbulkan bahwa stres, penilaian individu terhadap stresor, dan masalah koping
dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala. Model diathesis stres menjelaskan bahwa gejala skizofrenia muncul berdasarkan hubunganan
stres yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap stres internal.
h.
Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor berlebihanya informasi pada saraf yang menerima dan
memproses inflamasi di thalamus frontal otak.
i.
Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi
diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi.
j.
Masalah Psikososial dan Lingkungan
Mengkaji apakah klien mengalami masalah dalam
dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi dan
pelayanan kesehatan.
k.
Aspek Medik
Menuliskan diagnosis medis klien yang telah
dirumuskan oleh dokter dan obat yang harus diminum klien.
l.
Kebutuhan Persiapan Pulang
Mengobservasi kemampuan klien saat makan,
defekasi, berpakaian, mandi, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan
kesehatan, aktivitas didalam rumah dan diluar rumah.
2.
Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan
yang mungkin muncul (menurut Direja, 2011)
a.
Harga diri rendah kronik
b.
Koping individu tidak efektif
c.
Isolasi sosial
d.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
e.
Risiko tinggi perilaku kekerasan
f.
Defisit perawatan diri
3.
Intervensi
Menurut Buku Asuhan Keperawatan
Jiwa Tahun (2012) rencana tindakan keperawatan Skizofrenia
dengan: Harga diri rendah kronik, antara lain:
a.
Rencana tindakan keperawatan
untuk pasien dengan: Harga diri rendah kronik
Tabel
2. Intervensi Keperawatan (Damayanti dan Iskandar, 2012)
Tujuan
|
Kriteria
Evaluasi
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien dapat membina hubungan saling percaya
|
Setelah dilakukan beberapa
kali pertemuan didapatkan kriteria hasil:
Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam, klien mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
|
1.
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
non verbal.
b.
Perkenalkan diri dengan sopan
c.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien.
d.
Jelaskan tujuan pertemuan.
e.
Jujur dan menempati janji.
f.
Tunjukkan sifat empati dari menerima
klien apa adanya.
g.
Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan. kebutuhan dasar klien.
h.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien
|
Hubungan saling
percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
|
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki.
|
Klien
mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki:
a. Kemampuan yang dimiliki klien
b. Aspek positif keluarga
c. Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
|
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi
nilai negatif.
3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
|
Diskusikan tingkat
kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego
sebagai dasar asuhan keperawatan.
Reinforcement
positif
akan meningkat harga diri.
Pujian yang
realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapat
pujian.
|
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
|
Klien
menilai kemampuan yang dapat digunakan
|
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan
|
Keterbukaan dan
pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasat untuk berubah.
Pengertian tentang
kemampuan yang dimiliki dari motivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaan-nya.
|
Klien dapat (menetapkan) kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
|
Klien
membuat rencana kegiatan harian
|
1. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan:
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan sebagian
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan moral
2. Tingkatan kegiatan yang sesuai dengan
toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan.
|
Klien adalah
individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Klien perlu
bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang
dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
|
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
|
Klien
melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
|
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusi kemungkinan pelaksanaan dirumah
|
Memberikan
kesempatan kepada klien mandiri rumah.
Reinforcement positif
akan meningkatkan harga diri.
Memberikan
kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
|
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
|
Klien
memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga
|
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah kronik
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
|
Mendorong keluarga
untuk mampu merawat klien mandiri dirumah.
Support
system keluarga
akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan.
Meningkatkan peran
serta keluarga dalam merawat klien dirumah
|
Tabel 3.Rencana Keperawatan
Harga Diri Rendah Dalam Bentuk Strategi
Pelaksanaan (Fajariyah, 2012)
PASIEN
|
KELUARGA
|
SP I p
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
3.
Membantu pasien menilai
kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
4.
Membantu pasien memilih atau menetapkan kegiatan yang akan dilatih
sesuai dengan kemampuan pasien
5.
Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
6.
Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
7.
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP II p
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.
Melatih kemampuan kedua
3.
Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
|
SP I k
1.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien dirumah
2.
Menjelaskan pengertian harga diri rendah, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya harga diri rendah
3.
Menjelaskan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah
|
SP II k
1.
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
|
|
SP III k
1. Melatih
keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien harga diri rendah
|
|
SP IV k
1. Membantu
keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning).
Menjelaskan follow
up klien setelah pulang.
|
4.
Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan
masalah utama yang aktual dan mengancam klien beserta lingkungannya. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang direncanakan, perawat perlu memvalidasi
apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi
klien pada saat ini (here and now). Hubungan
saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan (Keliat, 2006).
5.
Evaluasi
Eavluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus - menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dillaksanakan (Keliat,
2006). Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan
evaluasi hasil sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan
tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut :
S : Respon
subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon
obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa
data atas subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
muncul atau muncul masalah baru atau data – data yang kontra indikasi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan
atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien